tholearisbudianto.blogspot.com

Sebaik-baik manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi yang lain..

Memurnikan Aqidah

Bila Cinta Menyapa


Cinta bikin orang gila’, begitu kata sebagian orang. Barangkali ada benarnya. Buktinya, banyak kita saksikan para pemuda atau pemudi yang rela melanggar aturan-aturan agama demi mencari keridhaan pacarnya. Alasan mereka, ‘cinta itu membutuhkan pengorbanan’. Kalau berkorban harta atau bahkan nyawa untuk membela agama Allah, tentu tidak kita ingkari. Namun, bagaimana jika yang dikorbankan adalah syariat Islam dan yang dicari bukan keridhaan Ar-Rahman? Semoga tulisan yang ringkas ini bisa menjadi bahan renungan bagi kita bersama, agar cinta yang mengalir di peredaran darah kita tidak berubah menjadi bencana.
Allah ta’ala berfirman,
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آَمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ وَلَوْ يَرَى الَّذِينَ ظَلَمُوا إِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ أَنَّ الْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعَذَابِ
Di antara manusia ada yang mencintai sekutu-sekutu selain Allah. Mereka mencintainya sebagaimana kecintaan mereka kepada Allah, adapun orang-orang yang beiman lebih dalam cintanya kepada Allah. Seandainya orang-orang yang zhalim itu menyaksikan tatkala mereka melihat adzab (pada hari kiamat) bahwa sesungguhnya seluruh kekuatan adalah milik Allah dan bahwa Allah sangat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).” (QS. Al-Baqarah : 165)
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah mengatakan, “Allah menceritakan bahwa mereka (orang musyrik) mencintai pujaan-pujaan mereka/sesembahan tandingan itu sebagaimana kecintaan mereka kepada Allah. Maka hal itu menunjukkan bahwa mereka juga mencintai Allah dengan kecintaan yang sangat besar. Akan tetapi hal itu belum bisa memasukkan mereka ke dalam Islam. Lalu bagaimana jadinya orang yang mencintai pujaan (selain Allah) dengan rasa cinta yang lebih besar daripada kecintaan kepada Allah? Lalu apa jadinya orang yang hanya mencintai pujaan tandingan itu dan sama sekali tidak mencintai Allah?” (sebagaimana dinukil dalam Hasyiyah Kitab Tauhid, hal. 7. islamspirit.com).
Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan : “Allah ta’ala menyebutkan tentang kondisi orang-orang musyrik ketika hidup di dunia dan ketika berada di akhirat. Mereka itu telah mengangkat sekutu-sekutu bagi Allah yaitu [sesembahan-sesembahan] tandingan. Mereka menyembahnya disamping menyembah Allah. Dan mereka mencintainya sebagaimana mencintai Allah. Dia itu adalah Allah yang tidak ada sesembahan yang hak kecuali Dia, tidak ada yang sanggup menentang-Nya, tidak ada yang bisa menandingi-Nya dan tiada sekutu bersama-Nya. Di dalam Ash-Shahihain [Sahih Bukhari dan Muslim] dari Abdullah bin Mas’ud -radhiyallahu’anhu-, dia berkata : Aku bertanya : “Wahai Rasulullah, dosa apakah yang terbesar.” Beliau menjawab : “Yaitu engkau mengangkat selain Allah sebagai sekutu bagi-Nya padahal Dialah yang menciptakanmu.” Sedangkan firman Allah, “adapun orang-orang beriman lebih dalam cintanya kepada Allah.” Hal itu dikarenakan kecintaan mereka (orang yang beriman) ikhlas untuk Allah dan karena kesempurnaan mereka dalam mengenali-Nya, penghormatan dan tauhid mereka kepada-Nya. Mereka tidak mempersekutukan apapun dengan-Nya. Akan tetapi mereka hanya menyembah-Nya semata, bertawakal kepada-Nya dan mengembalikan segala urusan kepada-Nya…” (Tafsir Al-Qur’an Al-’Azhim, I/262)
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan : “Allah ta’ala mengabarkan bahwasanya barangsiapa yang mencintai sesuatu selain Allah sebagaimana mencintai Allah ta’ala maka dia termasuk kategori orang yang telah menjadikan selain Allah sebagai sekutu. Syirik ini terjadi dalam hal kecintaan bukan dalam hal penciptaan dan rububiyah… Karena sesungguhnya mayoritas penduduk bumi ini telah mengangkat selain Allah sebagai sekutu dalam perkara cinta dan pengagungan.” (dinukil dari Fathul Majid, hal. 320).
Syaikh Hamad bin ‘Atiq rahimahullah menjelaskan, “Orang-orang musyrik itu menyetarakan sesembahan mereka dengan Allah dalam hal kecintaan dan pengagungan. Inilah pemaknaan ayat tersebut sebagaimana dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah…” (Ibthaalu Tandiid, hal. 180).
Syaikhul Islam mengatakan : “Penyetaraan semacam itulah yang disebutkan di dalam firman Allah ta’ala tatkala menceritakan penyesalan mereka di akhirat ketika berada di neraka. Mereka berkata kepada sesembahan-sesembahan dan sekutu-sekutu mereka dalam keadaan mereka sama-sama mendapatkan adzab (yang artinya) : “Demi Allah, dahulu kami di dunia berada dalam kesesatan yang nyata, karena kami mempersamakan kamu dengan Rabb semesta alam.” (QS. Asy-Syu’araa’ : 97-98). Telah dimaklumi bersama, bahwasanya mereka bukan mensejajarkan sesembahan mereka dengan Rabbul ‘alamin dalam hal penciptaan dan rububiyah. Namun mereka hanya mensejejajarkan pujaan-pujaan itu dengan Allah dalam hal cinta dan pengagungan…” (dinukil dari Fathul Majid, hal. 320-321)
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah menjelaskan : “Kecintaan orang-orang yang beriman lebih dalam dikarenakan kecintaan tersebut adalah kecintaan yang murni yang tidak terdapat noda syirik di dalamnya. Sehingga kecintaan orang-orang yang beriman menjadi lebih dalam daripada kecintaan mereka (orang-orang kafir) kepada Allah.” (Al-Qaul Al-Mufid, II/4-5).
Syaikh As-Sa’di rahimahullah menjelaskan bahwa makna ‘orang-orang yang beriman lebih dalam cintanya kepada Allah’ yaitu apabila dibandingkan dengan kecintaan para pengangkat tandingan itu terhadap sekutu-sekutu mereka. Karena orang-orang yang beriman itu memurnikan cinta untuk Allah, sedangkan mereka mempersekutukan-Nya. Selain itu, mereka juga mencintai sesuatu yang memang layak untuk dicintai, dan kecintaan kepada-Nya merupakan sumber kebaikan, kebahagiaan dan kemenangan hamba. Adapun orang-orang musyrik itu telah mencintai sesuatu yang pada hakikatnya tidak berhak sama sekali untuk dicintai. Dan mencintai tandingan-tandingan itu justru menjadi sumber kebinasaan dan kehancuran hamba serta tercerai-cerainya urusannya.” (Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal. 80).
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata : “Sumber terjadinya kesyirikan terhadap Allah adalah syirik dalam perkara cinta. Sebagaimana firman Allah ta’ala, “Dan diantara manusia ada yang menjadikan selain Allah sebagai tandingan, mereka mencintainya sebagaimana kecintaan mereka kepada Allah. Adapun orang-orang yang beriman lebih dalam cintanya kepada Allah.” (QS. Al-Baqarah : 165)…” Beliau menegaskan : “Maksud dari pembicaraan ini adalah bahwasanya hakikat penghambaan tidak akan bisa diraih apabila diiringi dengan kesyirikan kepada Allah dalam urusan cinta. Lain halnya dengan mahabbah lillah. Karena sesungguhnya kecintaan tersebut merupakan salah satu koneskuensi dan tuntutan dari penghambaan kepada Allah. Karena sesungguhnya kecintaan kepada rasul –bahkan harus mendahulukan kecintaan kepadanya daripada kepada diri sendiri, orang tua dan anak-anak- merupakan perkara yang menentukan kesempurnaan iman. Sebab mencintai beliau termasuk bagian dari mencintai Allah. Demikian pula halnya pada kecintaan fillah dan lillah…” (Ad-Daa’ wad-Dawaa’, hal. 212-213)
Buktikan Cintamu!
Dari Anas radhiyallahu’anhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah beriman salah seorang di antara kalian sampai dia menjadikan aku lebih dicintainya daripada anak, orang tua dan seluruh umat manusia.” (HR. Bukhari dan Muslim). Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah berkata : “Maka keimanan tidak menjadi sempurna sampai Rasul lebih dicintainya daripada seluruh makhluk. Kalau demikian halnya yang seharusnya diterapkan dalam kecintaan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka bagaimanakah lagi dengan kecintaan kepada Allah ta’ala?!!…” (Al-Qaul Al-Mufid, II/6).
Allah ta’ala berfirman,
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي
“Katakanlah : Jika kamu mencintai Allah maka ikutilah aku.” (QS. Ali-’Imraan : 31). Syaikhul Islam berkata : “Maka tidaklah seseorang menjadi pecinta Allah hingga dia mau tunduk mengikuti Rasulullah.” (lihat Al-’Ubudiyah)
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah menjelaskan : “Pokok dari seluruh amal perbuatan adalah rasa suka (cinta). Karena seorang manusia tidaklah melakukan sesuatu kecuali apa yang disukainya, baik dalam rangka mendapatkan manfaat atau untuk menolak madharat. Maka apabila dia melakukan sesuatu tentulah karena dia menyukainya, mungkin karena dzat sesuatu itu sendiri (sebab internal) seperti halnya makanan atau karena sebab eksternal seperti halnya meminum obat. Ibadah kepada Allah itu dibangun di atas pondasi kecintaan. Bahkan rasa cinta itulah hakikat dari ibadah. Sebab apabila anda beribadah tanpa memiliki rasa cinta maka ibadah yang anda perbuat akan terasa hambar dan tidak ada ruhnya. Karena sesungguhnya apabila di dalam hati seorang insan masih terdapat rasa cinta kepada Allah dan keinginan untuk menikmati surga-Nya maka tentunya dia akan menempuh jalan untuk menggapainya…” (Al-Qaul Al-Mufid, II/3)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada tiga perkara, barangsiapa yang pada dirinya terdapat ketiganya niscaya akan merasakan manisnya iman; [1] Allah dan Rasul-Nya lebih dia cintai daripada selain keduanya, [2] dia mencintai orang lain tidak lain disebabkan cinta karena Allah, [3] dan dia tidak suka kembali kepada kekafiran sebagaimana dia tidak suka untuk dilemparkan ke dalam kobaran api.” (HR. Bukhari [15,20,5581,6428] dan Muslim [60,61] dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Tali keimanan yang paling kuat adalah mencintai karena Allah dan membenci karena Allah.” (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannafnya [92] dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu disahihkan Al-Albani dalam takhrij Kitabul Iman karya Ibnu Taimiyah).
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah mengatakan, “Tanda kebenaran cinta itu ialah apabila seseorang dihadapkan kepadanya dua perkara, salah satunya dicintai Allah dan Rasul-Nya sementara di dalam dirinya tidak ada keinginan (nafsu) untuk itu, sedangkan perkara yang lain adalah sesuatu yang disukai dan diinginkan oleh nafsunya akan tetapi hal itu akan menghilangkan atau mengurangi perkara yang dicintai Allah dan Rasul-Nya. Apabila ternyata dia lebih memprioritaskan apa yang diinginkan oleh nafsunya di atas apa yang dicintai Allah ini berarti dia telah berbuat zalim dan meninggalkan kewajiban yang seharusnya dilakukannya” (Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal. 332).
Maka perhatikanlah wahai saudaraku kecenderungan dan gerak-gerik hatimu, jangan-jangan selama ini engkau telah menobatkan sesembahan selain Allah jauh di dalam lubuk hatimu; entah itu harta, kedudukan, jabatan, benda, atau sesosok manusia. Engkau mengharapkannya, menggantungkan cita-citamu kepadanya, takut kehilangan dirinya sebagaimana rasa takutmu kehilangan bantuan dari Allah ta’ala, sehingga keridhaannya pun menjadi tujuan segala perbuatan dan tingkah lakumu. Halal dan haram tidak lagi kau pedulikan, aturan Allah pun kau lupakan. Aduhai, betapa malang orang-orang yang telah menjadikan makhluk yang lemah dan tak berdaya sebagai tumpuan harapan hidupnya. Sungguh benar Ibnul Qayyim rahimahullah yang mengatakan, “Sesungguhnya mayoritas penduduk bumi ini telah mengangkat selain Allah sebagai sekutu dalam perkara cinta dan pengagungan.” (dinukil dari Fathul Majid, hal. 320).
Semoga Allah menyelamatkan hati kita dari tipu daya Iblis dan bala tentaranya, dan semoga Allah meneguhkan hati kita untuk menjunjung tinggi kecintaan kepada-Nya di atas segala-galanya. Sebab tidak ada lagi yang lebih melegakan hati dan perasaan kita selain tatkala Allah ta’ala telah menetapkan cinta-Nya untuk kita, sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengabulkan doa. Semoga shalawat dan salam tercurah kepada Nabi-Nya, segala puji bagi Allah Rabb penguasa seluruh alam semesta.
Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Artikel www.muslim.or.id

Membangun rumah tangga

Indahnya Rumah Tangga di Bawah Naungan Manhaj Nubuwwah

January 11, 2010. Dikirim JO admin dalam Keluarga, Nikah | 25 komentar
63
Oleh Ust. Abu Ahmad bin Syamsyuddin
Rumah Tangga Sebuah Amanah
Kewajiban paling utama, tanggung jawab paling besar, dan amanah paling berat adalah pendidikan terhadap keluarga dan bimbingan untuk rumah tangga, berawal dari diri sendiri kemudian istri, anak-anak , dan kerabatnya. Inilah yang dimaksud firman Alloh:
يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ قُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَأَهۡلِيكُمۡ نَارً۬ا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلۡحِجَارَةُ عَلَيۡہَا مَلَـٰٓٮِٕكَةٌ غِلَاظٌ۬ شِدَادٌ۬ لَّا يَعۡصُونَ ٱللَّهَ مَآ أَمَرَهُمۡ وَيَفۡعَلُونَ مَا يُؤۡمَرُونَ (٦)
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api naar yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa ang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. 66:6)
Pendidikan keluarga bukan sekedar kegiatan sambilan, pemikiran sedeharna, atau upaya ala kadarnya. Namun pendidikan keluarga merupakan kebutuhan asasi dan masalah yang sangat urgen serta memiliki konsekuensi jauh ke depan dalam menentukan masa depan rumah tangga. Seorang muslim harus bertanggung jawab atas segala kekurangan dan kesesatan yang terjadi di tengah keluarganya. Dari Ibnu Umar Rodhiyalloohu ‘Anhuma berkata: aku mendengar Rosulullooh Shololloohu ‘alaihi wassallam bersabda:
Kamu sekalian adalah pemimpin, dan akan diminta tanggung jawab atas kepimpinannya, seorang imam adalah pemimpin, dan akan diminta tanggung jawab atas kepemimpinannya dan seorang laki-laki adalah pemimpin dan akan diminta tanggung jawab atas atas kepemimpinannya, dan wanita adalah penanggung jawab terhadap rumah suaminya dan akan diminta tanggung jawabnya, serta pembantu penanggung jawab atas harta benda majikannya dan akan diminta tanggung jawabnya. (Shohih, diriwayatkan oleh Bukhori dalam Shohih-nya: 893, 2409, 2554, 2558, 2571, 5188, dan 7138. Muslim dalam Shohih-nya: 4701, dan Tirmidzi dalam Sunan-nya: 1705)
Keluarga yang baik merupakan nikmat yang paling agung dan karunia yang palingberharga dan tidak ada yang mampu menghargai dan mengenali nilainya kecuali orang yang telah memiliki keluarga hancur dan rumah tangga berantakan sehingga kehidupan laksana terkurung oleh hawa neraka, dan hari-harinya hampir diwarnai perih dan pilu karena keluarga berantakan.
Bekal Membina Rumah Tangga
Ketahuilah bahwa berbagai macam problem kehidupan dalam rumah tangga sering timbul akibat kebodohan terutama terhadap ilmu agama. Dan sebagai obatnya adalah belajar, sebagaimana sabda Nabi Shololloohu ‘alaihi wassallam kepada para sahabat Rodhiyalloohu ‘Anhuma:
“Mengapa mereka tidak bertanya jika tidah tahu? Sesungguhnya obat kebodohan adalah bertanya”. (Hasan, diriwayatkan Imam Abu Dawud dalam Sunan-nya: 337 dan Ibnu Majah dalam Sunan-nya:572. Dan dihasankan syaikh al-Albani dalam Shohih Sunan Abu Dawud: 337)
Kedunguan hati dari ilmu dan kebisuan lisan dari berbicara dinyatakan sebagai penyakit. Dan obatnya adalah bertanya kepada ulama, sehingga meraih ilmu yang bermanfaat, sebab ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang terpancar dari lentera Al-Qur’an dan as-Sunnah sesuai dengan pemahaman  para sahabat dan tabi’in , termasuk perkara yang terkait dengan ma’rifat kepada Alloh, hukum halal-haram, zuhud, kebersihan hati dan akhlaq mulia, serta mengatur kehidupan rumah tangga.
Ilmu yang bermanfaat berfungsi sebagai pemusnah secara tuntas dua penyakit rohani yang paling berbahaya dan menjadi biang penyakit hati yaitu syubhat dan syahwat. Maka sebagai seorang pendidik, sebelum membina keluarganya, harus membekali dirinya dengan ilmu agama yang cukup. Sehingga dengan bekal ilmu agama yang bermanfaat, semua urusan rumah tangga menjadi mudah dan berdakwah di tengah keluarga menjadi lancar. Apalagi bila ilmu telah meresap ke dalam hati maka akan melenyapkan penyakit syubhat dan syahwat, mencabut kedua penyakit itu sampai ke akar-akarnya. Ibaratnya orang yang sedang minum obat, segala macam kuman akan hancur dan musnah, sementara obat yang paling manjur adalah obat yang cepat meresap ke dalam tubuh dan tidak membuat kuman kebal, tetapi untuk memusnahkan.
Akhlaq Seorang Pendidik
Seorang pembina rumah tangga harus berilmu, berperangai lemah lembut, bersabar dalam mendidik, sehingga akan memberikan kesan yang baik pada keluarga, seperti firman Alloh Subhannahu Ta’ala:
فَبِمَا رَحۡمَةٍ۬ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمۡ‌ۖ وَلَوۡ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلۡقَلۡبِ لَٱنفَضُّواْ مِنۡ حَوۡلِكَ‌ۖ فَٱعۡفُ عَنۡہُمۡ وَٱسۡتَغۡفِرۡ لَهُمۡ وَشَاوِرۡهُمۡ فِى ٱلۡأَمۡرِ‌ۖ فَإِذَا عَزَمۡتَ فَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِ‌ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُتَوَكِّلِينَ (١٥٩)
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. (QS. Ali Imran [3]: 159)
Syaikhul islam Ibnu taimiyah Rohimahulloh berkata:
“Hendaknya tidak menyeru kebaikan dan melarang kemungkaran kecuali setelah memiliki tiga bekal: berilmu sebelum menyeru kebaikan dan melarang kemungkaran, berperangai lemah lembut ketika menyeru kebaikan dan melarang kemungkaran, serta bersabar setelah menyeru kebaikan dan melarang kemungkaran.” (al-Amr bil Ma’ruf wan Nahyu ‘anil Munkar, Ibnu Taimiyah, hal. 57)
Hendaknya seorang pendidik paling terdepan dalam memberi contoh karena sangat berat ancaman orang yang tidak konsekuen terhadap ajakannya, sebagaimana sabda Nabi Shololloohu ‘alaihi wassallam:
Nanti pada hari kiamat ada seseorang didatangkan lalu dilemparkan ke dalam neraka, maka ususnya keluar. Lalu ia berputar-putar di sekitar penggilingan. Kemudian penghuni neraka mengerumuninya dan bertanya, ‘Hai Fulan, ada apa denganmu? Bukankah kamu yang menyeru kepada kebaikan dan melarang dari kemungkaran?’ Ia menjawab, ‘Ya, aku telah menyeru kepada kebaikan tetapi aku sendiri tidak mengerjakannya dan aku melarang orang dari kemungkaran tetapi aku sendiri mengerjakannya.” (Shohih, diriwayatkan Imam Bukhori dalam Shohih-nya: 3267, 7098. Dan Imam Muslim dalam shohih-nya: 7408)
Hadits shohih di atas memberi petunjuk bahwa orang yang mengetahui kebaikan dan kemungakaran lalu melanggarnya lebih berat siksaannya daripada orang yang tidak mengetahuinya karena ia seperti orang yang menghina larangan Alloh dan meremehkan syari’at-Nya, sehingga ia termasuk ahli ilmu yang tidak bermanfaat ilmunya.
Wahai saudaraku, para suami…
Wahai sang suami, sungguh engkaulah pemegang kendali rumah tangga, ikatan pernikahan dan perjanjian yang berat, karena Alloh berfirman:
….. وَّاَخَذۡنَ مِنۡكُمۡ مِّيۡثَاقًا غَلِيۡظًا
Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat. (QS. 4:21)
Anda telah memikul tanggung jawab, memegang amanat dan beban rumah tangga. Hubungan penikahan merupakan kemuliaan bagi laki-laki dan perempuan, maka secara fitroh dan naluri masing-masing memiliki tugas hidup agar kehidupan rumah tangga berjalan normal dan lurus seperti firman Alloh:
ٱلرِّجَالُ قَوَّٲمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعۡضَهُمۡ عَلَىٰ بَعۡضٍ۬ وَبِمَآ أَنفَقُواْ مِنۡ أَمۡوَٲلِهِمۡ‌ۚ فَٱلصَّـٰلِحَـٰتُ قَـٰنِتَـٰتٌ حَـٰفِظَـٰتٌ۬ لِّلۡغَيۡبِ بِمَا حَفِظَ ٱللَّهُ‌ۚ وَٱلَّـٰتِى تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَٱهۡجُرُوهُنَّ فِى ٱلۡمَضَاجِعِ وَٱضۡرِبُوهُنَّ‌ۖ فَإِنۡ أَطَعۡنَڪُمۡ فَلَا تَبۡغُواْ عَلَيۡہِنَّ سَبِيلاً‌ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيًّ۬ا ڪَبِيرً۬ا (٣٤)
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka [laki-laki] atas sebahagian yang lain [wanita], dan karena mereka [laki-laki] telah menafkahkan sebagian dari harta  mereka. (QS. An-Nisa’ [4]: 34)
Upayakanlah kendali rumah tangga, terutama isterimu, tetap berada di tanganmu. Jangan bersikap lemah dan tidak berwibawa serta tidak berdaya di hadapan tuntutan dan tekanan isterimu, akhirnya ia menghinamu, memperbudakmu, dan merendahkanmu sehingga kehidupan rumah tanggamu berantakan bagaikan neraka. Begitu pula, jangan engkau menghinanya dan menzholiminya, serta menganggapnya seperti barang tak berguna, sebab sikap semena-mena terhadap orang yang lemah seperti isterimu menunjukkan kerdilnya sebuah kepribadian. Terimalah kebaikan yang telah diberikan kepadamu dengan senang hati dan bersabarlah atas berbagai kekurangannya, serta jangan mengangan-angankan kesempurnaan darinya karena dia diciptakan oleh Alloh dari tulang rusuk yang bengkok sebagaimana sabda Rosululloh Shololloohu ‘alaihi wassallam:
((إِنَّ الْمَرْأَةََ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ, لَنْ تَسْتَقِيْمَ لَكَ عَلَى طَرِيْقَةٍ, فَإِنِ اسْتَمْتَعْتَ بِهَا اِسْتَمْتَعْتَ بِهَا وَفِيْهَا عِوَجٌ, وَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيْمُهَا كَسَرْتَهَا وَكَسْرُهَا طَلاَقُهَا))
“Sesungguhnya wanita diciptakan dari tulang rusuk, ia tidak bisa lurus bersamamu di atas satu jalan. Jika kamu menikmatinya maka kamu menikmatinya dalam kondisi bengkok, namun bila anda ingin  meluruskannya, maka boleh jadi patah dan patahnya adalah talak.” (Shohih, diriwayatkan Imam Muslim dalam Shohih-nya: 3631)

Wahai saudaraku, para isteri…
Setiap kesalahan yang dilakukan seorang isteri, perasaan mengikuti hawa nafsu, sikap terlalu cemburu, atau was-was hanya merupakan bisikan setan dan bersumber dari lemahnya iman kepada Alloh, sehingga rumah tangga berubah meikan bagnjadi berantakan laksana neraka dan rumah tangga menjadi porak-poranda bagaikan bangunan disambar halilintar; akibatnya, semua pihak menyesali pernikahan tersebut. Atau boleh jadi karena kesalahan isteri menjadi penyebab talak (perceraian), kemudian jiwa menjadi goncang dan ditimpa kegelisahan yang sangat berat.
Betapa indahnya bila anda meluruskan hati, ahlak, dan tabiat ketika bergaul dengan suami dan kerabat suami anda. Betapa eloknya bila anda selalu menggunakan akal sehat dan kesabaran dalam setiap menghadapi urusan rumah tangga. Betapa mulianya ketika seorang isteri mampu menjadi pendamping setia bagi suami, dan betapa agung kedudukannya di hati sang suami bahkan ia mampu memikat perasaan suami ketika sang isteri berkata: “Aku mendengar dan mentaati”.
Semoga saudariku muslimah mendapa taufiq dan hidayah dengan etika Islam, mau menyempurnakan akal pikiran dengan ilmu dan ma’rifah, dan menyembuhkan hatinya dengan keimanan kepada Alloh, sehingga kehidupan penuh dengan suasana bahagia dan hidup bersama sang suami penuh dengan ketenangan dan ketentraman serta kegembiraan.
Wahai para isteri, tunaikanlah kewajibanmu terhadap suamimu, niscaya engkau akan mendapat kasih sayang dan cintanya!.
Kewajiban Seorang Suami
Kewajiban sebagai seorang suami banyak sekali namun yang terpenting antara lain:
1.  Kewajiban materi meliputi pemberian nafkah, kebutuhan pakaian, dan kebutuhan pendidikan keluarga serta kebutuhan tempat tinggal
2.  Tidak boleh memberatkan isteri dengan mengajukan berbagai tuntutan kebutuhan di luar kemampuannya, dan tidak boleh membuat suasana kacau karena permasalahan sepele, sebagaimana yang telah diwasiatkan Rosululloh Shololloohu ‘alaihi wassallam:
“Ingatlah dan berwasiatlah kepada wanita dengan kebaikan, karena mereka berada disisimu bagaikan pelayan, dan kalian tidak bisa memiliki lebih dari itu kecuali mereka telah melakukan perbuatan keji yang jelas.”(Shohih, diriwayatkan Tirmidzi dalam Sunan-nya: 1163 dan Ibnu Majah dalam Sunan-nya: 1851)
3.  Kewajiban non materi seorang suami meliputi menggembirakan isteri dan bersikap lemah lembut dalam bertutur kata. Sang suami harus bermusyawarah dan mengambil pendapat sang isteri dalam rangka menunaikan kebaikan. Begitu juga, sang suami harus berterima kasih atas jerih payah isterinya, dan tidak boleh mendiamkan di atas tiga hari karena urusan keduniaan.
4.  Hendaknya seorang suami memberi kesempatan bagi isterinya untuk beramal sholih, bersedekah dengan hartanya, memberi hadiah, menyambut tamu dari keluarga dan kerabatnya, serta setiap orang yang mempunyai hak atasnya.
5.  Hendaknya mengambil waktu yang cukup untuk tinggal di rumah dan berusaha semaksimal mungkin menghindari keluar rumah tanpa tujuan dan sering berpergian, sering keluar rumah untuk bergadang tanpa manfaat, karena yang demikian itu bisa membawa kehancuran.
6.  Hendaknya sang suami tidak melarang isterinya berkunjung kepada keluarga dan kerabatnya, asal tidak berlebihan.
7.  Wanita dalah mahluk yang lemah, maka wajib bagi laki-laki memberi perhatian cukup, melarangnya keluar ke pasar dan lainnya seorang diri, dan harus menjauhkannya dari tempat yang ikhtilath (bercampur) dan kholwah (berduaan/menyepi) dengan laki-laki lain. Begitu juga seorang suami harus menjauhkan sasuatu yang merusak aqidah dan akhlaq keluarganya, dan menyingkirkan segala sarana maksiat yang menghancurkan kehormatan, seperti alat musik.
8.  Seorang suami harus mengajarkan kepada isterinya ilmu agama dan mendidiknya di atas kebaikan, serta menyiapkan segala kebutuhannya dalam rangka meraih ilmu dan istiqomah dalam beragama sesuai dengan ajaran Alloh
Kewajiban Seorang Isteri
Di antara Kewajiban sebagai Seorang Isteri yang paling utama dan prinsip, antara lain:
1. Mentaati dan mematuhi perintah suami selagi tidak menganjurkan maksiat kepada Alloh, karena tidak ada ketaatan kepada mahluk bila menganjurkan kepada maksiat dan pelanggaran kepada Alloh, seperti sabda Rosululloh Shololloohu ‘alaihi wassallam:
“Tidak ada ketaatan bagi orang yang bermaksiat kepada Allah Subahanahu wa Ta’ala”. (Shahih. Diriwayatkan Muslim dalam Shahih-nya: 4840, at-Tirmidzi dalam Sunan-nya: 1707 dan Ibnu Majah dalam Sunan-nya: 2865 dengan lafazh Ibnu Majah serta dishahihkan Syaikh al-Albani.)
2.  Dalam bidang materi, seorang isteri harus memberikan pelayanan fisik, baik yang berkaitan dengan kebutuhan pribadi suami atau rumah tangganya, sehingga ibadah nafilah (sunnah) menjadi gugur demi menunaikan tugas tersebut.
Dari Abu Hurairoh sesungguhnya Rosululloh Shololloohu ‘alaihi wassallam: bersabda:
“Tidak boleh bagi seorang isteri berpuasa (sunnat) sementara suami ada di rumah kecuali atas izinnya (suami), tidak boleh ia mengizinkan orang lain masuk rumahnya kecuali atas izinnya (suami), dan setiap harta suami yang diinfaqkan sang isteri tanpa seizinnya, maka sang suami mendapatkan pahala separuh baginya.” (Shohih, diriwayatkan Imam Bukhari dalam Shahih-nya: 2066 dan 5360, Imam Muslim dalam Shahih-nya: 2367 dan Abu Dawud dalam Sunan-nya: 1687, 2458).
3.  Dalam bidang rohani, seorang isteri harus menjaga perasaan suami dan menciptakan suasana tenang dan kondusif dalam rumah tangga serta membantu meringankan beban dan penderitaan yang menimpa suaminya.
4.  Dalam bidang kesejahteraan, seorang isteri harus mengingatkan suami tentang kebaikan, membantu dalam kebajikan dan ketaatan, membantu dalam bidang sosial, menyantuni fakir miskin dan membantu orang-orang yang lemah untuk memenuhi kebutuhan mereka.
5.  Dalam bidang pendidikan, seorang isteri harus membantu suami dengan jiwa raga dan menerima segala nasehat dan arahannya. Begitu juga dia harus membantunya dalam mendidik dan meluruskan adab anak-anak serta menghindarkan sikap antipati dan masa bodoh terhadap masa depan pendidikan anak-anak.
6. Hendaklah seorang isteri tidak mengajukan tuntutan nafkah atau lainnya yang memberatkan suami atau mempersulit suami.
7.  Tidak berkhianat dalam dirinya, harta benda suami dan rahasia-rahasianya.
Balasan Bagi Rumah Tangga yang Berhasil
Tiada amal sholih yang dianggap sia-sia oleh agama. Setiap kebaikan sekecil apapun pasti mendapat balasan. Setiap benih kebaikan yang disemai di ladang subur, pada musim panen pasti akan memetik hasilnya, maka suami dan isteri yang telah membina rumah tangga yang baik dan mengerahkan berbagai macam pengorbanan untuk mendidik keluarga. Alloh akan memberi balasan yang besar. Cukuplah balasan nikmat baginya berupa sanjungan, pujian, dan pahala yang besar setelah wafatnya, seperti yang telah ditegaskan sebuah hadits dari Abu Hurairoh Rodhiyalloohu ‘anhu ia berkata bahwa Rosululloh Shololloohu ‘alaihi wassallam bersabda:
Jika manusia meninggal maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara,: shodaqoh jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak sholih yang mendo’akannya.” (HR. Bukhori 7/247 no.6514, dan Muslim 3/1016 no.1631)
Balasan yang lebih besar lagi, ia dikumpulkan di surga bersama para kekasih dan kerabatnya dalam satu tempat tinggal di surga, sebagai karunia dan balasan yang baik dari Alloh, seperti firman Allohu ta’ala:
وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَٱتَّبَعَتۡہُمۡ ذُرِّيَّتُہُم بِإِيمَـٰنٍ أَلۡحَقۡنَا بِہِمۡ ذُرِّيَّتَہُمۡ وَمَآ أَلَتۡنَـٰهُم مِّنۡ عَمَلِهِم مِّن شَىۡءٍ۬‌ۚ كُلُّ ٱمۡرِىِٕۭ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ۬ (٢١)
Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka.Tiap-tiap manusia terikat dengan apayang dikerjakannya. (QS. 52:21)

Pembinaan rumah tangga secara baik, mampu mengangkat martabat, memperbaiki nasib rezeki, mengukir prestasi, memelihara moral generasi, dan menanggulangi dekadensi sehingga membuat hati tenang dan jiwa lapang. Maka pembinaan harus berbasis penumbuhan kesadaran, keimanan, ketaqwaan dan pengendalian diri, serta mampu membentuk suasana damai dan mesra sehingga perasaan kasih sayang tumbuh subur. Allohu musta’an
Diketik ulang oleh Ummu Tsaqiif al-Atsariyyah dari majalah Mawaddah Edisi 1 Tahun


MENTAL BUILDING
Star Principle & Angel Principle

ESSAY

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Matakuliah Profil Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Agama Islam.
Semester II


Disusun oleh
1.            KHUSNUL HUDA
2.            ARIS BUDIANTO
3.            UMMU MALIA HAYATI
4.            ELVI NURHIDAYATI

Dosen Pengampu
MURDIANTO, S.Pd.I, M.Si


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM SUNAN GIRI PONOROGO
2010
Mental Building
(Membangun Mental)

Abstrak
Krisis multidimensi saat ini sangatlah memprihatinkan, dan jika dirunut ke belakang bermuara dari pola pembangunan SDM saat ini yang terlalu mengedepankan IQ (kecerdasan intelektual) dan materialisme, tetapi mengabaikan EQ (kecerdasan emosi) terlebih lagi SQ (kecerdasan spiritual). Untuk mengatasi masalah yang kompleks ini diperlukan suatu metode pembangunan SQ yang tetap berlandaskan kepada nilai-nilai mulia Rukun Iman, Rukun Islam dan Ikhsan, sehingga akan mengoptimalkan EQ dan SQ secara terpadu (ESQ). Mental building merupakan bagian dari salah satu cara untuk mendapatkan kecerdasan emosi dan spiritual atau Emotional Spiritual Quotient (ESQ). Mental building adalah pembangunan mental melalui tahapan-tahapan rukun iman yang mana tujuan hasil dari mental building adalah pribadi yang memiliki prinsip hidup yang kokoh dan mulia.

Pendahuluan
Pandangan tentang kesehatan mental
Istilah kesehatan mental diambil dari konsep mental hygiene. Kata mental diambil dari bahasa Yunani, pengertiannya sama dengan psyche dalam bahasa latin yang artinya psikis, jiwa atau kejiwaan. Jadi istilah hygiene dimaknakan sebgai kesehatan mental atau kesehatan jiwa.
Dalam banyak literatur, istilah mental hygiene bukanlah satu-satunya istilah yang digunakan untuk menyebut kesehatan mental. Istilah lain yang digunakan untuk maksud yang sama adalah psikological medichine, nervous health, atau mental health. Namun istilah-istilah itu memiliki maksud yang sama, meskipun memiliki kandungan makna yang berbeda.
Moeljono Notosoedirjo, Latipun (2005 : 23) mengatakan diantara berbagai istilah tersebut yang dipandang memilki makna yang tepat untuk menyebutkan kesehatan mental adalah mental hygiene dibandingkan penggunaan istilah mental health. Hal ini mental health artinya keadaan jiwa yang sehat yang mengandung pengertian yang statis. Sedangkan mental hygiene bermakna kesahatan mental dan lebih dinamis karena menunjukkan peningkatan usaha mental.
Moeljono Notosoedirjo, Latipun (2005 : 201) mengatakan pada dasarnya manusia terdiri dari dua sub sistim yaitu psikis (jiwa atau mental) dan fisik (badan). kedua sub sistim yang menyatu pada manusia ini tidak dapat dipisahkahn satu sama lain. Psikis merupakan bagian  dari manusia yang bersifat non mental, yang hanya diketahui dari gejala gejalanya antara lain: dorongan (drive), motivasi (motivation), kemauan (willness), kognitif (pikiran), kepribadian, dan perasaan. Sedangkan fisik  mudah diketahui dan diamati.
Manusia diciptakan oleh Allah SWT dibekali dengan kemampuan yang lebih dibandingkan dengan mahkluk lainnya. Kita adalah merupakan mahkluk yang paling sempuma karena kita banyak memiliki kemampuan untuk bertahan hidup lebih baik dibandingkan dengan mahkluk lainnya. Dalam penciptaan manusia, Allah SWT telah memberikan kelebihan untuk kita tidak sekedar mengandalkan instink semata, kita dibekali akal atau ilmu dan agama sehingga dengan bekal tersebut dapatlah diraih sukses dalam hidup, baik di dunia dan di akhirat.
Kecerdasan dan kemampuan manusia dalam mengembangkan kecerdasan otaknya. sehingga dengan itu dia mampu menguasai ilmu pengetahuan yang mengantarkan manusia untuk menggarap alam semesta ini vang disebut IQ. Kemampuan IQ yang tajam mengantarkan manusia menembus angkasa, bumi dan ruang waktu.
Disamping IQ, kita juga mengenal apa yang disebut EQ (emotional quotient) yaitu kecerdasan dan kemampuan mengembangkan emosi dalam prilaku, seperti berbicara yang sopan, santun, ramah, manis dalam bertutur kata dan mampu bersosialisasi dengan banyak orang. Pengukuran kemampuan manusia berdasar IQ dan EQ hanya bertujuan pada sikap materialistis. Kita cenderung mengejar kemewahan, uang, pesta pora dan kesuksesan dalam berbagai usaha, tetapi lupa memaknai setiap hasil usaha dan perilaku. Manusia yang mengandalkan IQ dan EQ cenderung berorientasi pada materi, keinginan untuk menjadi orang terkenal dan mencari jabatan ataupun kekayan semata.
Pentingnya keseimbangan lahir dan batin untuk menyikapi dan mengetahui makna kehidupan akan menjadikan manusia mendapatkan ketenangan dalam kehidupannya sehingga dia tahu arah kehidupan mana yang akan diraihnya. Hal ini menurut psikolog Abraham Maslow disebut peak experience (pengalaman puncak) yaitu perasaan yang muncul karena kedekatan dengan Sang Pencipta. Kita membutuhkan emotional spiritual quotient (ESQ) sebagai bekal untuk menyatukan intelegent quotient (IQ) dan emotional quotient (EQ). Modal kemam-puan spiritual (ESQ) bisa memberikan perasaan hidup yang komplet (wholeness). Pentingnya keseimbangan lahir dan batin untuk menyikapi dan mengetahui makna kehidupan menjadikan manusia mendapatkan ketenangan dalam kehidupannya sehingga dia tahu arah kehidupan mana yang akan diraihnya.
Modal emotional spiritual quetiont (ESQ) bisa memberikan perasaan hidup yang komplet (wholeness), hal ini dikarenakan di dalam ESQ terdiri dari 2 (dua) unsur penting yaitu : aspek nilai dan aspek makna. ESQ adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan masalah makna dan nilai yang menempatkan perilaku dan hidup manusia dalam konteks makna yang lebih luas. ESQ juga memperlihatkan kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan hidup atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan lainnya. Kecerdasan ini tidak hanya untuk mengetahui nilai-nilai yang ada, tetapi juga untuk secara kreatif menemukan nilai baru. ESQ senantiasa berpusat pada prinsip atau kebenaran hakiki yang bersitat abadi atau universal, hal ini terdiri dari 4 (empat) tahapan :
1. Proses penjernihan emosi.
2. Membangun mental.
3. Ketangguhan pribadi.
4. Ketangguhan sosial.
Spiritual (dalam hal ini iman) akan menjadi pembimbing kehidupan seseorang agar tidak menjadi seorang egoistik atau berorientasi kepada diri sendiri. Iman merupakan lahan garapan hati dimana tempat kepuasan dan kekuatan batin yang merupakan pemberian Allah SWT yang bersifat halus, mantap dan pasti; dan hati yang mendapatkan petunjuk Ilahi akan mempertajam kemampuan seseorang dalam setiap gerak, langkah dan pikirnya.
Berangkat dari iman yang terpatri dalam hati dipadukan dengan ilmu yang bersumber dari otak dan kemantapan atau kestabilan emosi yang rasional akan memberikan kekuatan dan muatan positip bagi kehidupan manusia, persenyawaan tersebut melahirkan sikap mental yang baik:
a.       Dengan iman dalam hati akan melahirkan: ibadat yang khusuk, mental yang dinamis serta akhlakul karimah.
b.      Dengan ilmu yang bersumber dan otak akan melahirkan: kecerdasan, giat studi dan firasat.
c.       Dengan emosi (nafs) yang mantap/ stabil dan rasional akan melahirkan sikap mental yang tenang, tidak grusa-grusu, tidak mudah goyah dan tidak gampang dipengaruhi.
Sebagai kekuatan berpikir di mana kalau iman telah menyirami hati kita, ia akan memberikan sorot sinar yang lebih jelas terhadap otak sebagai tempat ilmu, sebagai kekuatan fisik membangkitkan sikap mental optimis dan dmamis dan sebagai kekuatan ruh akan menumbuhkan perasaan keyakinan yang kuat, kokoh dan teguh pada pendirian yang tidak tergoyahkan. Oleh karena itu, disamping pengembangan IQ dan EQ pada diri seseorang, pengembangan ESQ adalah bagian utama dan mutlak bagi tumbuhnya masyarakat makmur dan sejahtera, serta aman dan damai (masyarakat marhamah dan berakhlakul karimah).
Setelah penjernihan emosi pada tahapan kedua ESQ adalah tahap pembangunan mental atau mental building.  Ada enam prinsip yang perlu kita pegang untuk membangun mental cerdas yang kuat dan tidak mudah goyah. Enam prinsip ini didasarkan pada enam rukun iman. Prinsip-prinsip ini antara lain: star principle, angel principle, leadership principle, learning principle, vision principle dan well organized principle. Prinsip-prinsip inilah yang nantinya akan dapat meneguhkan membangun mental kita dan menjadikan kita pribadi yang memiliki prinsip hidup yang kokoh dan mulia.

Star Principle
Star principle menyadarkan kita bahwa prinsip hidup yang paling penting bukanlah uang, anak, keluarga, jabatan, kesehatan, pasangan, pendidikan atau yang lainnya. Hal-hal tersebut sifatnya tidak abadi, bisa hilang dalam sekejap mata, dan bahkan bisa membawa kita kejurang kehancuran. Apapun yang kita kerjakan hendaknya tujuannya hanyalah mengharap ridho Allah semata tidak dicampur dengan niat  agar diperhatikan orang lain atau riya’. Perbuatan yang dikerjakan dengan niat agar diperhatikan orang lain maka tidak akan ada nilainya dihadapan Allah SWT.
Allah berfirman di dalam Al-Qur’an yang artinya: “Jikalau sekiranya penduduk negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”.(Q.S. 7 Al A’raaf : 96)
Betapa besar nikmat yang diberikan Allah SWT yang telah diberikan kepada kita, sudah seharusnya kita bersyukur dengan nikmat apapun yang telah diberikan oleh Allah SWT. Tetapi sebagian dari kita mungkin masih ada yang kurang bersyukur dengan nikmat yang telah diberikan Allah, misalnya pada saat kita mendapatkan musibah, kita tidak mau bersabar dan ikhlas menerimanya atau berprasangka tidak baik kepada Allah SWT tetapi jika pada waktu mendapatkan rizki yang lebih kita lupa dengan yang memberinya, tidak sedikitpun dari rizki yang kita peroleh kita sisihkan sebagian untuk orang-orang yang lebih membutuhkan diantara kita. Kita selalu merasa kurang dan kurang.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an: “Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakinya dari gedung-gedung yang tinggi dan patung-patung dan piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk yang tetap (berada di atas tungku). Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang berterima kasih”.(QS.Saba’: 34).
Kehidupan dunia memang dihiasi dengan penuh gemerlap dan nurani manusia yang serakah akan selalu ingin memiliki apa yang belum ia miliki. Padahal jika kita dapat berfikir dan merenung sejenak, harta benda yang kita miliki tidak akan memberikan manfaat sedikitpun di akhirat nanti kecuali yang telah kita nafkahkan sebagian di jalan Allah SWT. Star Principle adalah bagaimana mengorientasikan semua perbuatan kita hanya untuk Allah SWT tanpa dicampur dengan riya’.
Jadi prinsip ini adalah salah satu cara untuk menyeimbangkan kehidupan kita antara dunia dan akhirat. Setelah belajar Star Principle hendaknya dapat kita implementasikan dalam kehidupan dengan cara mengutamakan perintah Allah SWT disamping kita melaksanakan kewajiban kita sebagai makhluk sosial yang hidup dengan bersama-sama orang lain dan kita tidak bisa hidup tanpa orang lain.

Angel Principle
Prinsip kedua adalah angel principle. Secara bahasa dapat diartikan sebagai prinsip malaikat yang mengajarkan kita untuk melakukan suatu perbuatan hendaknya tidak mengharapkan balas jasa atau pamrih orang lain. Perbuatan yang didasarkan mengharapkan balasan atau pujian orang lain membuat hati tidak tenang bahkan mungkin akan menyebabkan sakit hati karena apa yang kita harapkan dari orang lain tersebut tidak terwujud. Maka sia-sia lah apa yang telah kita kerjakan karena niat kita bukan karena Allah SWT melainkan mengharapkan balasan dari orang lain.
Berbeda jika kita melakukan suatu perbuatan yang dilandasi niat ikhlas karena Allah SWT maka hati kita akan lebih tenang dan siap dengan segala resiko yang akan kita hadapi karena kita percaya Allah akan memberikan yang terbaik untuk kita. Allah tidak akan menerima suatu amalan hambaNya yang pada amalannya itu terdapat unsur riya’ dan mengharapkan balasan dari orang lain.
Allah berfirman di dalam Al-Qur’an yang artinya “Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih”.(QS. Al-Insan: 76).
Maka dari itu prinsip ini mengajak kita untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik karena kita tahu segala perbuatan kita akan dicatat oleh malaikat Allah, dan kita mengharapkan balasan hanya dari Allah, bukan berupa penghargaan dari orang lain.
Selain Star Principle dan Angel Principle, mental buiding juga dilandasi dengan beberapa prinsip lain yaitu :
Leadership principle yaitu membahas mengenai tangga kepemimpinan yang terdiri dari: pemimpin yang dicintai, pemimpin yang dipercaya, pembimbing, pemimpin yang berkepribadian dan pemimpin yang abadi dan Nabi Muhammad adalah pemimpin yang paling baik teladannya bagi umat Islam.
Learning principle yang berarti belajar untuk menjadi manusia pembelajar yang berpedoman pada Al Qur’an dan Sunnah.
Vision principle membahas bahwa kita sebagai muslim mempunyai visi hidup yang jelas dan jauh ke depan (dunia akhirat).
Well organized principle, yaitu bersinergi dan maksimal pada segala peran, siap dan ikhlas menghadapi segala tantangan dan resiko. Prinsip-prinsip itulah yang dilakukan agar kita dapat membangun mental yang tangguh sehingga memiliki prinsip hidup yang kokoh dan mulia.

Kesimpulan
Ketika seseorang dengan kemampuan EQ dan IQ-nya berhasil mendaki kesuksesan, acapkali ia disergap oleh perasaan ‘kosong’ dan hampa dalam celah batin kehidupannya. Setelah prestasi puncak telah dipijak, ketika semua pemuasan kebendaan telah diraih, setelah uang hasil jerih usaha berada dalam genggaman: ia tak lagi tahu ke mana harus melangkah; untuk tujuan apa semua prestasi itu diraihnya; hingga hampir-hampir ia diperbudak uang serta waktu tanpa tahu dan mengerti di mana ia harus berpijak.
Di posisi inilah ESQ tampil menjawab permasalahan tersebut. ESQ sebagai sebuah metode dan konsep yang jelas dan pasti adalah jawaban dari kekosongan batin sang jiwa. Ia adalah konsep universal yang mampu mengantarkan seseorang pada 'predikat memuaskan’ bagi dirinya sendiri juga bagi sesamanya. ESQ pula yang dapat menghambat segala hal yang kontraproduktif terhadap kemajuan umat manusia. Mengapa bukan SQ seorang diri menjawab permasalahan tersebut? Karena kita akan kembali lagi pada konsep pemisahan dunia dan akhirat tadi, pemikiran ‘dunia saja’ atau ‘akhirat saja’ yang berdiri sendiri-sendiri yang seharusnya kita hindari, karena keduanya seharusnya mampu secara proporsional bersinergi, menghasilkan kekuatan jiwa raga yang penuh keseimbangan.
Ada enam prinsip yang perlu kita pegang untuk membangun mental cerdas yang kuat dan tidak mudah goyah. Enam prinsip ini didasarkan pada enam rukun iman. Prinsip-prinsip ini antara lain:
·        Star principle: berorientasi hanya kepada Allah SWT,
·        Angel principle: berprinsip Malaikat yang selalu bekerja tanpa pamrih dan tidak mengharapkan balasan dari orang lain kecuali Ridho Allah SWT,
·        Leadership principle: mencontoh Nabi  Muhammad dalam hal kepemimpinan,
·        Learning principle: berusaha menjadi manusia pembelajar menurut Al-Qur’an dan Sunnah.
·        Vision principle: mempunyai visi yang jauh ke depan (dunia dan akhirat),
·        Well organized principle: prinsip siap menghadapi apapun resiko sebagai akibat dari perbuatan kita.
Wallahua’lam bishawaf
DAFTAR PUSTAKA

Moeljono Notosoedirjo, Latipun. 2005. Kesehatan Mental Konsep dan
Penerapan. Malang: UMM Press.
Agustian, Ary Ginanjar. 2001. Rahasia sukses membangun kecerdasan emosi dan spiritual ESQ: Emotional Spiritual Quotient Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam. Jakarta: Arga Wijaya Persada. Tersedia http://santrieropa.multiply.com. (20 Maret 2010).
Agustian, Ary Ginanjar. 2003. Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ POWER: Sebuah Inner Journey Melalui Al-Ihsan. Jakarta: Arga. Tersedia http://santrieropa.multiply.com. (20 Maret 2010).
......, ....... Mengenal Makna Hidup Melalui ESQ.. Artikel Cakrawala TNI AL. Tersedia: http://www.tnial.mil.id/Majalah/tabid/123/Default.aspx
(20 Maret 2010).

Penciptaan dan Pemuliaan Adam
(diambil dari ‘Koleksi Nabi-nabi dalam al-Qur’an’ oleh Dr.Afif Abdullah)


Lahirnya Adam
Kisah penciptaan Adam dimulai dari dialog antara Allah dan para malaikat sebagai berikut. Allah mengkabarkan kepada para malaikat, bahwa Allah akan menciptakan Adam dan keturunannya sebagai khalifah di bumi. Berarti Allah akan menempatkan dan menjadikan Adam sebagai penguasa di bumi. Tetapi para malaikat takjub mendengar kabar ini karena yang akan menjadi khalifah Allah di bumi tidak menyamai kekasihsayangan dan kesucian malaikat-malaikat langit. Padahal Allah telah menciptakan makhluk sebelum Adam, mereka membuat kerusakan di bumi.
Malaikat seraya bertanya kepada Tuhan, "Apakah Engkau akan menjadikan manusia yang akan membuat kerusakan di dalamnya dengan melakukan maksiat dan pertumpahan darah. Sementara kami mensucikan-Mu dari hal-hal yang tidak sesuai dengan kemuliaan-Mu dan kami mengagungkan-Mu sebagai tanda syukur kepada-Mu".
Malaikat berkata demikian kepada Tuhannya karena merasa dirinya lebih baik daripada makhluk yang akan dijadikan sebagai khalifah. Karenanya mereka merasa lebih berhak atau sesuai dijadikan khalifah di bumi dibanding manusia. Akan tetapi Allah menjawab dengan mengatakan bahwa mereka tidak mengetahui rahasia dan hikmah penciptaan Adam. "Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.’ Mereka berkata, ‘Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?’ Tuhan berfirman, ‘Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.’" Qs. al-Baqarah : 30

Kedudukan Adam sebagai Nabi
Setelah menciptakan Adam, Allah mengajarnya nama-nama segala sesuatu, hakekatnya dan kekhususannya, agar dapat diambil manfaat sebagai bekal hidup di bumi. Kemudian Allah menunjukkan kepada malaikat bahwa makhluk yang diremehkan ini mempunyai lebih banyak ilmu dan pengetahuan daripadanya. Oleh karena itu, Allah meminta agar mereka menyebutkan nama-nama segala sesuatu dan kekhususannya andaikan mereka masih menganggap remeh terhadap Adam sebagai khalifah di bumi dibanding mereka. Akan tetapi para malaikat tidak berdaya memenuhi permintaan itu, seraya berkata kepada Tuhan, ‘Sungguh kami memahasucikan-Mu wahai Tuhan kami dengan pemahasucian yang hanya patut untuk-Mu. Kami tidak akan menyangkal kehendak-Mu, karena kami memang tidak mengetahui apa yang telah Kau beritahukan kepada kami, dan Engkau Maha Mengetahui segalanya, Maha Bijaksana dalam segala urusan yang telah Engkau ciptakan.’
Kemudian Allah memanggil Adam untuk mengajarkan kepada malaikat, Allah memerintahkan, ‘Hai Adam, ceritakan kepada para malaikat jawaban dari pertanyaan yang telah Aku ajukan kepada mereka itu.’ Maka menjawablah Adam, dan Allah menunjukkan kelebihan Adam atas mereka. Dalam keadaan demikian, Allah mengatakan kepada malaikat, ‘Bukankah Aku telah katakan bahwa sesungguhnya Aku ini Maha Mengetahui apa-apa yang ada di langit dan di bumi, yang tidak diketahui oleh selain-Ku, dan Aku Maha Tahu terhadap sesuatu yang kamu nyatakan dengan perkataanmu dan apa-apa yang tersimpan dalam diri kamu sekalian?’
"Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berkata, ‘Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu orang-orang yang benar!’ Mereka menjawab, ‘Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.’ Allah berfirman, ‘Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda itu.’ Allah berfirman, ‘Bukankah sudah Ku-katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?’"
Qs. al-Baqarah : 31-33


Pemuliaan Adam
Allah telah memberitahukan kepada kita tentang bahan penciptaan Adam. "(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat, ‘Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah.’" Qs. 38 : 71
"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk." Qs. 15 : 26
"Dia menciptakan manusia dari tanah kering seperti tembikar." Qs. 55 : 14
Allah telah menciptakan Adam dari tanah hitam dalam bentuk manusia. Sehingga ketika menjadi kering pada batas waktu tertentu, jika diperdengarkan suara, dia dapat mendengar. Allah mengubahnya secara bertahap, kemudian ditiupkan ruh dari Allah kepadanya. Maka jadilah manusia yang terdiri dari daging, darah, otot yang bergerak menurut kemauannya dan pikirannya. Kemudian Allah menyuruh malaikat agar menghormati Adam dengan cara bersujud kepadanya. Sujud dalam arti memuliakan, bukan sujud dalam artian peribadatan. Karena Allah tidak menyuruh seseorang untuk beribadah kepada selain-Nya.
"Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat, ‘Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Maka apabila Aku menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan kepadanya ruh (ciptaan)Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.’"Qs. 15 : 28-29
Dalam ayat ini, Allah mengistimewakan Adam dengan tiga kemuliaan:
Pertama, Allah telah menjadikannya dengan ‘tangan’Nya.
Kedua, Allah telah meniupkan kepadanya ruh daripada-Nya.
Ketiga, Allah menyuruh malaikat agar bersujud kepadanya.

Sujudnya Malaikat dan Penolakan Iblis
Seluruh malaikat bersujud kepada Adam dan mematuhi perintah Allah, kecuali Iblis yang menolak melakukan sujud karena sombong dan keras kepala. Allah yang sebenarnya Maha Tahu bertanya kepadanya, alasan apa yang menyebabkan Iblis tidak mau bersujud kepada Adam setelah Allah memerintahkannya. Iblis beralasan bahwa diri mereka lebih utama daripada Adam dilihat dari asal kejadiannya, dia diciptakan dari api sedangkan Adam dari tanah. Dan api, menurut pendapat Iblis lebih utama daripada tanah, sehingga dia menunjukkan rasa takabur yang berlebihan. Ketika itu Allah mengusir Iblis dari surga dan melaknat selama-lamanya (sampai Hari Kiamat) karena kesombongannya itu.

"Lalu seluruh malaikat-malaikat itu sujud semuanya kecuali Iblis, dia menyombongkan diri dan adalah dia termasuk orang-orang yang kafir. Allah berfirman, ‘Hai Iblis, apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku? Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) termasuk orang-orang yang (lebih) tinggi?’ Iblis berkata, ‘Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.’ Allah berfirman, ‘Maka keluarlah kamu dari surga, sesungguhnya kamu adalah orang yang diusir, sesungguhnya kutukan-Ku tetap atasmu sampai Hari Pembalasan.’"
Qs. 38 : 73-78

Iblis Diusir dari Surga
Akibat pembangkangan dan kesombongan Iblis untuk bersujud kepada Adam adalah diusirnya dari surga dalam keadaan hina-dina. Kemudian Iblis meminta kepada Allah agar dipanjangkan umurnya sampai Hari Kiamat. Allah pun mengabulkan permintaannya karena ada suatu hikmah yang dimaksudkan oleh-Nya. Permohonannya itu disertai dalih sebagai berikut: "Lantaran Hukuman yang dijatuhkan kepadaku berupa kehancuran, hai Tuhan, maka aku bersumpah akan berusaha secara maksimal untuk menyesatkan anak cucu Adam dan menyelewengkan mereka dari jalan yang lurus (benar). Aku akan datangi dari segala penjuru untuk mengamati kelalaian dan kelemahan mereka sehingga aku mudah bisa berhasil menyesatkan dan merusak mereka, dan akan kujadikan mereka orang-orang yang tidak mau bersyukur kepada-Mu." Akan tetapi Allah segera menghardiknya seraya berfirman, "Keluarlah kamu dari surga ini bedebah-hina, kamu tidak akan mendapat rahmat-Ku, dan Aku bersumpah akan memenuhi Jahannam dengan kamu sekalian dan orang-orang yang mengikutimu." Begitulah kiranya yang diturunkan oleh Allah dalam al-Qur’an surat al-A’raaf ayat 13-18.
Dan di tempat lain al-Qur’an menerangkan Iblis untuk menyesatkan manusia dengan pengecualian hamba-hamba Allah yang saleh, "Dan (ingatlah) tatkala Kami berfirman kepada para malaikat, ‘Sujudlah kamu semua kepada Adam’, lalu mereka sujud kecuali Iblis. Dia berkata, ‘Apakah aku akan sujud kepada orang yang Engkau ciptakan dari tanah?’. Dia (Iblis) berkata, ‘Terangkanlah kepadaku inikah orangnya yang Engkau muliakan atas diriku? Sesungguhnya jika Engkau memberi tangguh kepadaku sampai Hari Kiamat, niscaya benar-benar akan aku sesatkan keturunannya, kecuali sebagian kecil.’ Tuhan berfirman: ‘Pergilah, barang siapa di antara mereka yang mengikuti kamu, maka sesungguhnya neraka Jahannam adalah balasanmu semua, sebagai suatu pembalasan yang cukup. Dan hasunglah siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan ajakan kamu, dan kerahkanlah terhadap mereka pasukan berkuda dan pasukanmu yang berjalan kaki dan berserikatlah dengan mereka pada harta dan anak-anak dan beri janjilah mereka. Dan tidak ada yang dijanjikan oleh syaithan kepada mereka melainkan tipuan belaka. Sesungguhnya hamba-hamba-Ku, kamu tidak dapat berkuasa atas mereka. Dan cukuplah Tuhanmu sebagai penjaga.’"Qs. 17 : 61-65
Maksudnya, Allah memerintahkan kepada malaikat agar menghormati dan memuliakan Adam dengan menunduk memberi penghormatan. Mereka segera melaksanakan perintah Allah kecuali Iblis yang membangkang dan berkata, ‘Bagaimana aku harus menghormati orang yang Kau ciptakan dari tanah? Ceritakanlah hai Tuhanku tentang orang-orang yang Kau anggap lebih mulia daripadaku, ketika Engkau menyuruhku bersujud kepadanya, mengapa dia Kau muliakan lebih dari aku padahal sebenarnya akulah yang lebih baik daripadanya? Awas andaikan ditangguhkan kematianku sampai Hari Kiamat, pasti akan kuhancurkan anak cucunya dengan cara menyesatkan mereka kecuali yang Kau lindungi.’ Kemudian Allah dengan keras berfirman kepadanya, ‘Enyahlah kamu dalam keadaan yang telah kau pilih untuk dirimu. Barang siapa di antara anak Adam yang menurutimu maka Jahannam sebagai balasan yang sangat pedih.’ Selanjutnya seolah-olah Allah meringankan ancaman seraya berfirman, ‘Silahkan tanamkanlah kemaksiatan kepada Allah terhadap orang yang bisa kau ajak. Kerahkan seluruh kemampuanmu untuk membuat aneka ragam tipu daya. Ajaklah mereka mencari harta haram dan mempergunakannya untuk maksiat. Dan membuat kufur anak-anak. Kelabuilah mereka ke dalam kerusakan, dan berilah janji-janji bohong dan bathil.’ Kemudian Allah membalikkan pembicaraannya dengan pedas, ‘Ketahuilah, sesungguhnya apa yang telah dijanjikan syaithan kepada pengikutnya itu adalah tipu daya belaka. Adapun hamba-hamba Allah yang dengan ikhlas beriman, takkan dapat dikuasai syaithan. Syaithan tidak mampu memperdayai karena mereka tawakkal kepada Tuhan, dan cukuplah Allah sebagai penolongnya.’

Penciptaan Hawa
Allah memerintahkan kepada Adam dan Hawa untuk tinggal di surga. Akan tetapi para Ulama berbeda pendapat tentang waktu penciptaan Hawa di surga. Dikatakan bahwa ketika Allah mengusir Iblis dari surga, Adam tinggal di surga sendirian dan tak ada yang menemaninya. Maka, Allah membuatnya tidur, kemudian satu tulang rusuk kirinya diambil dan digantikan dengan daging, selanjutnya Hawa diciptakan dari tulang itu. Setelah bangun dari tidur, Adam mendapatkan seorang wanita yang duduk di sebelah kepalanya, maka dia bertanya, ‘Siapakah anda?’ Dia menjawab, ‘Wanita’. Adam bertanya, ‘Untuk apa kau diciptakan?’ Hawa menjawab, ‘Agar tinggal bersamamu’. Dalam al-Qur’an diisyaratkan demikian. Allah berfirman: "….Yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya." Qs. an-Nisaa : 1
"…dari padanya Dia menciptakan istrinya, agar ia merasa senang kepadanya…" Qs. al-A’raaf : 189

Tipu Daya Iblis terhadap Adam

Ketika Adam dan istrinya menempati surga, Allah membolehkan mereka untuk bersenang-senang dengan segala yang ada di surga. Mereka boleh memakan buah-buahan surga yang mereka kehendaki kecuali satu jenis pohon. Bahkan Allah melarang mereka untuk mendekatinya, dan apabila mereka melakukan akan termasuk orang yang tersesat dan menyesatkan diri dengan melanggar larangan Allah, dan sebagai akibat pelanggarannya itu adalah siksaan.
Iblis merasa senang mengetahui adanya larangan yang bisa dijadikan sarana menggoda Adam dan istrinya. Maka mulailah ia berbicara untuk memperdayakan mereka berdua agar memakan buah pohon itu sehingga mengakibatkan terbukanya pakaian yang menutupi aurat mereka.
Iblis memang sangat pandai membuat tipu daya. Sehingga berkata kepada Adam dan Hawa bahwa larangan Allah memakan buah pohon tersebut agar mereka berdua tidak menjadi malaikat dan tidak kekal di surga yang penuh kenikmatan itu. Bahkan Iblis bersumpah hanyalah menasihati mereka berdua.
"(Dan Allah berfirman) ‘Hai Adam, bertempat tinggallah kamu dan istrimu di surga serta makanlah olehmu berdua (buah-buahan) di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu berdua mendekati pohon ini, lalu menjadikanlah kamu berdua termasuk orang-orang yang zhalim.’ Maka syaithan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka yaitu auratnya dan syaithan berkata, ‘Tuhan kamu tidak melarang dari mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau orang-orang yang kekal (dalam surga).’ Dan dia (syaithan) bersumpah kepada keduanya, ‘Sesungguhnya aku adalah termasuk orang yang memberi nasihat kepada kamu berdua.’" Qs. al-A’raaf : 19-21

Kesalahan Adam
Adam dan Hawa lupa bahwa Iblis adalah musuh sehingga mereka terjerat ke dalam fitnahnya dengan memakan buah pohon itu. Ketika keduanya mencicipi rasa buah pohon itu, tiba-tiba aurat mereka berdua terbuka, padahal sebelumnya mereka belum pernah saling melihat auratnya. Saking malunya, mereka mengumpulkan dedaunan untuk menutupi aurat masing-masing yang terbuka itu. Kemudian Allah memanggil mereka dan menegurnya, ‘Bukankah Aku telah melarang buah pohon itu? Dan bukankah Aku telah terangkan bahwa syaithan itu musuh besarmu?’
Adam dan Hawa merasa sangat menyesal tentang perbuatan maksiat yang telah mereka lakukan. Kemudian bersimpuh dihadapan Tuhan sambil berkata, ‘Hai Tuhan kami, diri kami telah sesat dengan perbuatan maksiat terhadap-Mu. Maka ampunilah dan sayangilah kami, andaikan Engkau tidak mengampuni dan menyayangi kami niscaya kami menjadi orang yang merugi.’
"Maka syaithan membujuk keduanya (untuk memakan buah itu) dengan tipu daya. Tatkala keduanya telah merasai buah kayu itu, nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya, dan mulailah keduanya menutupi dengan daun-daun surga. Kemudian Tuhan mereka menyeru mereka, ‘Bukankah Aku telah melarang kamu berdua dari pohon kayu itu dan Aku katakan kepadamu bahwa sesungguhnya syaithan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu berdua?’ Keduanya bertanya, ‘Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.’" Qs. al-A’raaf : 22-23
Lalu Adam dan Hawa diberi ampunan dan dikeluarkan dari surga. "Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang." Qs. al-Baqarah : 37
Akan tetapi Allah memerintahkan Adam dan Hawa turun dari surga ke bumi. Dan Allah memberitahukan bahwa di antara keturunannya nanti akan mengalami permusuhan. Keturunan mereka akan menjadi penghuni, memakmurkan bumi, dan mengenyam kenikmatan terbatas sampai datang ajal mereka. Tuhan juga menurunkan petunjuk, barang siapa menuruti petunjuk Allah tidak akan terjerembab ke dalam dosa dan kesengsaraan dunia.
"Allah berfirman, ‘Turunlah kamu sekalian, sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Dan kamu mempunyai tempat kediaman dan kesenangan (tempat mencari kehidupan) di muka bumi sampai waktu yang telah ditentukan.’ Allah berfirman, ‘Di bumi itu kamu hidup dan di bumi itu kamu mati, dan dari bumi itu (pula) kamu akan dibangkitkan." Qs. al-A’raaf : 24-25
"Allah berfirman, ‘Turunlah kamu berdua dari surgamu bersama-sama, sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Maka jika datang kepadamu petunjuk dari pada-Ku, lalu barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka." Qs. 20 : 123

Surga Ciptaan Allah sebagai Tempat Tinggal Adam
Ulama berselisih paham tentang surga itu berada di bumi. Sebagai alasan bahwa Allah menciptakan Adam di bumi, seperti dapat dipahami dari firman Allah Inni ja’ilun fi’l-Ardhi Khalifah di sini Allah tidak menyebutkan, bahwa Dia memindahkannya ke langit. Kemudian Allah memberi sifat surga yang dijanjikan di langit adalah surga yang kekal. Apabila surga itu yang dimaksud, maka tidak mungkin menipu Adam dengan perkataan: "Hai Adam, maukah aku tunjukkan kepadamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa?" Qs. 20 : 120
Surga yang kekal itu adalah kenikmatan, bukan tempat taklif bebanan, padahal Adam dan Hawa dibebani peraturan tidak boleh memakan buah pohon itu. Demikian pula Allah telah menggambarkan bahwa penghuni surga yang kekal di langit itu tidak akan keluar lagi. "Mereka sekali-kali tidak akan dikeluarkan daripadanya." Qs. 15 : 48
"Adapun orang-orang yang berbahagia, maka tempatnya di dalam surga, mereka kekal di dalamnya."
Qs. 11 : 108
Maka keluarnya Adam dan Hawa dari surga menunjukkan bahwa surga itu bukan surga yang dijanjikan Allah pada Hari Kiamat nanti. Dari segi lain, ketika Iblis membangkang untuk bersujud kepada Adam, ia dikutuk dan dikeluarkan dari surga. Jika surga itu dimaksudkan surga yang kekal, maka syaithan tidak akan bisa menjangkau surga untuk menggoda Adam dan Hawa, sehingga mendapatkan murka Allah.
Berdasarkan keterangan tersebut, jelas bahwa surga yang Allah berikan sebagai tempat tinggal Adam bukanlah jannatu ‘l-khuldi yang di langit. Memang, tidak menutupi kemungkinan bahwa surga yang ditempati Adam merupakan surga yang tempatnya lebih tinggi dibanding permukaan bumi yang ada pepohonan, buah-buahan dan kenikmatan, sesuai dengan keterangan Allah: "Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak akan telanjang, dan sesungguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan tidak (pula) akan ditimpa panas matahari di dalamnya." Qs. 20 : 118-119
Maksudnya, bahwa di dalam surga itu engkau tidak akan kehausan, telanjang karena tak ada pakaian, perut tidak kelaparan dan tidak terjemur matahari karena tempatnya terbuka tanpa pepohonan. Tetapi, tatkala Adam dan Hawa makan, mereka turun ke bumi yang penuh kelelahan, kesulitan dan ujian.
Adapun orang yang berpendapat bahwa Adam dan Hawa tinggal di Jannatu ’l-Huldi yang ada di langit, dan akhirnya diiperintahkan turun ke bumi beralasan dengan firman Allah, "Kami berfirman, turunlah kamu dari surga itu." Qs. al-Baqarah : 38
Akan tetapi, dapat dibantah, bahwa lafazh ih bihtu dapat juga berarti al-intiqal (pindah dari satu tempat ke tempat lain) seperti firman Allah, "….Pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu memperoleh apa yang kamu minta…." Qs. al-Baqarah : 61
Dan firman Allah kepada Nabi Nuh untuk meninggalkan perahunya, "Difirmankan, ‘Hai Nuh, turunlah dengan selamat dan penuh berkat Kami atasmu." Qs. 11 : 48


Ajaran dan Keteladanan Nabi Adam
Kemuliaan Manusia
Di antara celaan yang biasa dilontarkan kepada Islam, bahwa Islam dianggap tidak memuliakan dan mengangkat derajat manusia. Demikian keterangan dari kitab yang berjudul Hadharatu ‘l-Islam (karya seorang Orientalis bernama al-Nimsawy).
Penulis buku tersebut menerangkan, Islam, sejak awal kelahirannya tidak mengakui harkat kemuliaan manusia melainkan sangat sedikit. Bahkan al-Qur’an sendiri merenggutnya dengan suatu keterangan yang menjelaskan tentang asal kejadian jasmaniahnya.
Para pengamat yang jeli dalam menanggapi pernyataan tersebut, segera mengetahui bahwa kisah Adam yang diungkapkan oleh al-Qur’an sejak awal hingga akhirnya merupakan tangkisan terhadapnya. Karenanya, yang benar ialah, bahwa al-Qur’an justru mengangkat derajat dan kemampuan manusia lebih tinggi dari pada anggapan filsafat, agama, dan aliran sosial mana pun.
Adapun tuduhan bahwa al-Qur’an merenggut derajat dan menghina manusia dengan mengungkapkan asal kejadian jasmaniahnya, bagi para pengkaji al-Qur’an, hal tersebut merupakan ungkapan peringatan bagi manusia tentang kehinaan dan kelemahannya. Sedangkan asal kejadiannya, menurut pandangan mereka adalah dari lumpur atau tanah liat atau nuthfah (sel mani). Dan pendapat ini diakui secara alamiah. Di samping itu, ungkapan al-Qur’an tentang asal kejadian manusia dimaksudkan sebagai pengendali keliaran tipu dayanya sehinga ia tidak melampaui batas, mengkufuri penciptanya, berbuat zhalim dan takabur terhadap sesamanya.
Dalam kisah Adam dijelaskan kepada kita bahwa Allah menciptakan manusia dimaksudkan untuk menjadi khalifah di bumi, bertugas mengelola dan memanfaatkan kemakmurannya. "Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.’" Qs. al-Baqarah : 30
Selanjutnya Allah berfirman: "Dialah yang menjadikan segala yang ada di bumi." Qs. al-Baqarah : 29
Dan Allah telah menyediakan segala sarana yang memungkinkan manusia bisa merealisasikan tugas kekhalifahannya, dengan mengajar seluruh nama benda. "Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya…" Qs. al-Baqarah : 31
Maksudnya, Allah mengajar Adam sehingga memahami dan mengerti nama-nama benda, ilmu pengetahuan dan segala sarana yang dapat digunakan untuk merealisasikan tugasnya. Kemudian kita bisa melihat bentuk kedua pemuliaan Adam, yakni perintah Allah kepada seluruh malaikat untuk bersujud kepadanya, sebagai penghormatan atas kemuliaan, bukan sujud dalam artian ibadah. "Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud." Qs. 15 : 29
Apabila kita sebut kemuliaan Adam, berarti mencakup kemuliaan seluruh keturunannya, sesuai dengan penjelasan al-Qur’an sebagai berikut: "Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan."
Qs. 17 : 30
Ayat ini menunjukkan kemuliaan semua jenis manusia, tidak pandang warna kulit, bangsa (aria maupun samia), jenis kelamin, yang kuat atau yang lemah karena Allah menyebutnya dengan Bani Adam.
Perhatikan dengan seksama kandungan ayat ini: "Kami angkut mereka di daratan dan lautan." Ini merupakan gambarannya. Hamparkan untuknya segala isi daratan dan lautan. Pada zaman dahulu hewan-hewan dan sampan-sampan merupakan alat transportasi. Sekarang, kita dipahami bahwa sarana transportasi semakin modern, berdasarkan pengetahuan yang dilimpahkan Allah sejak mula-mula penciptaan manusia. Sehingga pada saatnya, manusia dapat menciptakan pesawat terbang, kereta api, mobil, dan kapal-kapal laut yang serba modern.
Perhatikan juga ayat berikut ini: "Kami beri mereka dengan rezki dari yang baik-baik." Ini juga merupakan gambaran nyata tentang kemuliaan manusia dalam masalah makanan dan minuman. Dan firman-Nya yang berarti: "Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan," merupakan keterangan tentang keadaan manusia yang mempunyai kelebihan atas semua makhluk.
Demikian kenyataan, sehingga logis jika manusia sadar dan merasa bahwa dirinya khalifah di bumi ini. Sujudnya malaikat kepadanya (memberi penghormatan) itu menunjukkan bahwa manusia berhak dimuliakan dan mempunyai kelebihan atas semua makhluk ciptaan Allah. Itu semua adalah merupakan celah-celah penting bagi manusia untuk mencapai peningkatan derajat secara maknawi melalui sarana peradaban.
Sesudah dijelaskan secara panjang lebar tentang kemuliaan manusia, sekarang cobalah jelaskan alasan yang mendukung pendapat para filosof modern yang berpandangan bahwa manusia adalah makhluk yang hina dina. Dikatakan, bahwa manusia tidak lebih dari binatang kecil atau ulat menjijikkan yang hidup di tempat-tempat kotor, seperti kata Chartres, atau tidak lebih dari seekor kera yang diciptakan Allah melalui proses evolusi yang menjelma seorang manusia, seperti yang dikatakan Nietzche.
Ini semua adalah pandangan-pandangan tidak sehat dan lemah yang dapat membunuh cita-cita manusia, membuat manusia frustasi dan pesimis. Padahal pandangan al-Qur’an selalu menumbuhkan optimisme, rasa harga diri dan terhormat.

Akibat Kesombongan
Dari kisah Adam, kita bisa mengambil pelajaran agar menjauhkan diri dari sifat sombong, setelah Allah menjelaskan akibatnya. Ketika Iblis berlaku sombong tidak mau menurut perintah Allah, maka ia ditimpa kehinaan dan diusir dari surga secara tak terhormat. Firman Allah menyatakan, "Turunlah kamu dari surga itu, karena kamu tidak sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya, maka keluarlah, sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina." Qs. al-A’raaf : 13
Senada dengan makna ayat ini Rasul saw bersabda: "Barang siapa tunduk kepada aturan Allah, niscaya Allah naikkan (derajatnya), dan barang siapa sombong, Allah akan menghinakannya." Rasulullah saw menjelaskan pengertian sebagai berikut: "Kesombongan itu penghalang (pelaksanaan kebenaran) dan pembantai (kemuliaan) manusia."
Maka, pengertian al-Kibru berdasarkan hadits tersebut ialah sifat egois atau individualis. Orang-orang yang bersifat demikian menghendaki seolah-olah dirinya ‘tuhan’ di dunia ini. Ia tidak mau tunduk kepada kebenaran atau menerima kritik membangun dari orang lain. Karena mereka berpendirian tidak akan mengikuti orang lain, ia bertindak sewenang-wenang dan kejam terhadap orang yang di bawah kekuasaannya.
Menurut al-Qur’an, akibat kesombongan adalah kepedihan, karena mendapat murka Allah. "Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong." Qs. 16 : 23
Orang yang sombong wajib mendapat hukuman pedih dan diseret dari kelompok orang-orang Mu’min kemudian dijebloskan ke dalam kelompok orang-orang terkutuk. Oleh karena itu, Allah berfirman, "Keluarlah dari surga, sesungguhnya kamu terkutuk, dan sesungguhnya kutukan itu tetap menimpamu sampai Hari Kiamat." Qs. 15 : 34-35
Demikian akibat dari kesombongan, karena sesungguhnya kesombongan itu mengakibatkan lemahnya akal. Imam Ja’far as-Shadiq memberikan gambaran yang sangat jitu dalam masalah ini dengan perkataannya, "Kesombongan yang masuk ke dalam hati seseorang, akan keluar dari akalnya sesuai dengan kesombongan yang memasukinya."

Dakwah sebagai Pembinaan Ruhani
Dari kisah Adam, terdapat nilai dakwah kepada manusia untuk membina masalah ruhaniah, mengurangi dan mengekang tingkah buruk yang ada pada diri Adam. "Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, ‘Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk." Qs. 15 : 28
Menurut ketentuan al-Qur’an manusia adalah makhluk yang diciptakan dari materi (yang disebut tanah liat). Sedangkan ilmu pengetahuan sendiri menentukan bahwa tubuh manusia itu terbentuk dari unsur-unsur yang ada pada tanah. Penciptaan manusia dari materi itu, menimbulkan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan logis antara lain, manusia mempunyai kecenderungan untuk terpenuhinya kebutuhan makan, minum, pakaian, tempat tinggal, kekayaan, kehormatan dan mengembangkan keturunan. Di samping itu, manusia menurut tabiat materialnya mempunyai kecenderungan menghina, memukul, membunuh, memberontak, balas dendam, menguasai dan takabur.
Manusia, di samping makhluk yang diciptakan dari unsur material, juga ditiupkan ruh di dalamnya oleh Allah swt. "Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuhnya) ruh (ciptaan)Nya."
Qs. 32 : 9
Peniupan ruh ke dalam tubuh manusia merupakan rahasia Allah dan ditempatkannya ruh dalam tubuh manusia dimaksudkan agar bisa mengendalikan diri ke arah iman kepada Tuhan penciptanya, bersyukur, berserah diri, mengajaknya untuk iradah Allah dalam kehidupan ini dan menegakkan etika hidup berupa keadilan, kejujuran, kesantunan, cinta kebenaran dan kebaikan. Oleh sebab itu Allah mensifati hamba beriman sebagai berikut: "…Mereka itu orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya…." Qs. 58 : 22
Yang dimaksud ruh bukanlah sekedar nyawa yang bisa mengakibatkan adanya kehidupan. Sebab jika diartikan demikian maka kehidupan manusia disamakan dengan kehidupan binatang. Dan jika manusia disamakan dengan kehidupan binatang, berarti tidak mempunyai kemuliaan atau kehidupan binatang, berarti tidak mempunyai kemuliaan atau ketinggian derajat yang harus dihormati oleh para malaikat sebagaimana diperintahkan Allah itu.
Dalam al-Qur’an tidak diterangkan bahwa maksud penyebutan ruh itu dialirkannya kehidupan hewani dalam tubuh manusia. Menurut pemahaman al-Qur’an, yang disebut manusia meliputi materi, ruh dan fitrah yang terpadu antara manusia iman kepada Allah dan penyerahan diri pada-Nya serta ketinggian akhlaq, dan antara perjalanan ke bumi sampai tertariknya menikmati kenikmatan hewani. Maksudnya, manusia mempunyai kebutuhan hidup jasmaniah seperti halnya hewan, yang dibedakan oleh adanya fitrah tersebut. Berdasarkan keterangan ini, lebih tampak kontradiksi antara teori al-Qur’an dengan teori Darwin (Yahudi) yang mengatakan bahwa semua teori tentang kejadian manusia tidak ada yang menyebutkan adanya fitrah. Dan penafsiran aliran materialisme yang mengatakan bahwa kecenderungan etika bukan fitrah manusia, akan tetapi tumbuh mengikuti pertumbuhan ekonomi, sosial, dan materi di mana manusia itu berada. Jadi, etika merupakan sesuatu yang datang dari luar dirinya yang dibebankan kepadanya.
Kontradiksi antara al-Qur’an dan materialisme ini tidaklah terlalu aneh lantaran penafsiran-penafsiran hewani tentang manusia itu sendiri. Rupanya, pendapat tersebut banyak dipengaruhi oleh teori evolusi Darwin yang banyak mempengaruhi aliran-aliran di Eropa pada abad sembilan belas sampai dengan permulaan abad dua puluh. Aliran tersebut pada hakekatnya justru merenggut manusia dari harkat kemanusiannya dan menjebloskannya ke derajat hewani.

Pandangan Ilmu Pengetahuan tentang Materi (Asal Kejadian) Manusia
Al-Qur’an menjelaskan kepada kita tentang materi asal kejadian Adam dan keturunannya. "(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat, ‘Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah’." Qs. 38 : 71
Berdasarkan keterangan ayat ini tanah adalah merupakan asal kejadian manusia. Dan andaikan tanah itu sudah berubah melalui proses sehingga menjadi manusia, sebagaimana telah diketahui bahwa yang dimaksud adalah debu yang bercampur dengan air (lumpur). Allah berfirman, "Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan (Adam) dari tanah liat kering dari lumpur hitam yang diberi bentuk." Qs. 15 : 26
Yang dimaksud dengan Hamaun Masnun ialah tanah hitam yang sudah berubah baunya. Al-Baidhawy dalam tafsirnya mengatakan, "Yang dimaksud ‘Al-Hamau ‘l-Masnun’ adalah tanah yang berubah kehitaman akibat dilalui aliran air dalam jangka waktu yang panjang."
Al-Qur’an menjelaskan bahwa penciptaan manusia berasal dari tanah dan air. Adapun penciptaan manusia dari tanah itu merupakan sesuatu yang didukung oleh kenyataan dan diakui ilmu pengetahuan. Kalau anda mengambil bagian atau potongan tubuh manusia, kemudian diteliti menurut proses penelitian laboratorium, maka akan anda dapatkan bahwa potongan tubuh manusia tersebut terdiri dari unsur-unsur yang di antaranya adalah debu atau tanah. Oleh karena itu, jika manusia mati, maka tubuhnya akan melebur menjadi tanah.
Adapun masalah air, para sarjana biologi berkeyakinan bahwa awal kehidupan dimulai pada air yang manis, walaupun segolongan kecil dari mereka menentang pendapat ini. Memang, kehidupan tidak hanya dimulai pada air saja, tetapi walaupun tidak secara detail ilmiah, bisa kita katakan bahwa kehidupan itu tidak bisa sama sekali meninggalkan unsur air. Sebab, semua bentuk kehidupan bisa berlangsung berkat adanya protoplasma dan persenyawaan semangat hidup di dalamnya. Para ahli ilmu tumbuh-tumbuhan memberikan pengertian bahwa protoplasma adalah asas bagi kehidupan. Jadi, kehidupan dan air dalam pertumbuhannya adalah persenyawaan yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Maka benarlah firman Allah, "….Dan dari pada air, Kami jadikan sesuatu yang hidup… Qs. 21 : 30

Ajaran Menjauhi Keburukan
Dalam kisah ini al-Qur’an menceritakan tentang permusuhan Iblis terhadap Adam. Syaithan membujuknya dan melakukan tipudaya agar Adam mau makan buah dari sebatang pohon yang dilarang Allah mendekatinya. Adam terperdaya dengan bujuk rayu syaithan dan hingga akhirnya melanggar larangan Allah dan mengakibatkan dikeluarkan dari surga sebagai imbalan atas kemaksiatannya. Permusuhan Iblis tidak hanya berhenti sampai Adam, bahkan berlanjut sampai kepada keturunannya hingga Hari Kiamat nanti. Allah berfirman, "Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaithan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapakmu dari surga." Qs. al-A’raaf : 27
Sudah kita terangkan di atas bahwa Allah meniupkan ruh kepada Adam, dan seluruh manusia adalah keturunannya. Karenanya tipu daya syaithan yang senantiasa menjauhkan manusia dari sifat yang terpuji atau menjerumuskan ke jurang keburukan. Dari sebab ini timbul pertentangan antara kebaikan dan keburukan pada diri manusia yang merupakan cobaan dan ujian. Apabila manusia berjihad melawan hawa nafsu dan menang, maka dia akan mendapatkan keberuntungan berupa nikmat dan ridha Allah. Dan sebaliknya, jika ia bisa dikuasai hawa nafsunya, menuruti tipu daya syaithan yang menjerumuskan ke dalam jurang kebathilan itu, akibatnya ia menjadi orang yang merugi.
Dalam pembahasan ini lebih baik kiranya jika kita bicarakan tentang syaithan, gangguannya dan pengaruhnya terhadap manusia agar para pembaca menjauhi dan berjihad melawan nafsunya, sehingga mampu mencapai ketinggian ruhaniah untuk kebahagiaan dunia dan akhiratnya.
Tabiat Iblis dan syaithan: Iblis adalah nenek moyang syaithan. Iblis dan keturunannya adalah jin yang maksiat (durhaka). ".…(Sujudlah mereka) kecuali Iblis. Dia adalah golongan Jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya." Qs. 18 : 50
Jin adalah satu jenis makhluk halus (ruh) yang berakal dan berkemauan. Mereka adalah mukallafunseperti manusia. Hanya saja, mereka tidak hidup di alam nyata seperti manusia. Mereka tidak bisa dijangkau oleh panca indra. Tabiat dan bentuknya tidak bisa dilihat hakekatnya. Allah berfirman, "Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka."
Qs. al-A’raaf : 27
Dan jin itu diciptakan dari api. "Dan Kami telah menciptakan Jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas."Qs. 15 : 27
Dan Iblis berkata kepada Tuhannya: "Engkau ciptakan aku dari api."
Qs. al-A’raaf : 12
Jin itu menjadi beberapa golongan, di antara mereka ada yang berbuat kebaikan dan ada pula yang sesat dan membuat kerusakan. "Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang saleh dan di antara kami ada pula yang tidak demikian halnya. Adalah kami menempuh jalan yang berbeda-beda."
Qs. 72 : 11
Syaithan adalah musuh manusia: Iblis dan sekutunya, yakni syaithan adalah musuh-musuh manusia yang senantiasa menanamkan ajakan-ajakan buruk dan bathil ke dalam diri manusia. "….Dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaithan karena sesungguhnya syaithan itu adalah musuh yang nyata bagimu. Sesungguhnya syaithan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji dan mengatakan kepada Allah apa yang tidak kamu ketahui." Qs. al-Baqarah : 168-169
Allah telah membebaskan syaithan untuk menggoda manusia. Syaithan itu selalu menghiasi manusia dengan keburukan dan memperdayakannya dengan kemungkaran, baik manusia itu sebagai Nabi atau lainnya. Allah berfirman, "Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan yang indah-indah untuk menipu manusia." Qs. al-An’am : 112
Diriwayatkan dari Rasulullah saw bahwa ia bersabda, "Tak seorangpun di antara kamu yang tidak digoda oleh golongan Jin yang senantiasa menyertaimu. Para sahabat bertanya, ‘Adapun engkau bagaimana hai Rasul?’ Beliau menjawab, ‘Saya pun demikian pula, hanya Allah selalu melindungiku sehingga aku terbebas, Allah tidak menyuruhku kecuali yang baik." HR. Muslim
Syaithan adalah sumber kejahatan dalam wujudnya, di samping sebagai pengajak kejahatan dan kerusakan di bumi. Karenanya syaithan adalah pengisi setiap orang yang berjiwa kosong dan menyelewengkannya kepada kecenderungan nafsu seksual, menjatuhkan martabat, menanamkan sifat memperbudak dan kecenderungan melakukan kerusakan. Dia jugalah yang melontarkan permusuhan dan kemarahan di antara manusia, antara seseorang dengan saudaranya, antara suami dan istri, antara golongan ummat dengan jama’ahnya. Allah berfirman, "Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku, hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang telah baik (benar). Sesungguhnya syaithan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka." Qs. 17 : 5

Syaithan tidak kuasa menggoda orang Mu’min
Hati adalah nur (cahaya), jika jiwa itu telah matang. Dan menerangi hati dapat menghapus dan melenyapkan godaan-godaan syaithan. Allah berfirman, "Apabila kamu membaca al-Qur’an hendaklah kamu hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaithan yang terkutuk. Sesungguhnya syaithan itu tidak ada kekuasaannya atas orang-orang beriman dan bertawakkal kepada Tuhannya."
Qs. 16 : 98-99
"….Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman."
Qs. al-a’raaf : 27
Tidak ada senjata yang paling ampuh untuk mengusir syaithan selain mengingat Allah dan berhati-hati dalam bertindak, baik di tengah-tengah orang lain maupun sendirian karena ketakutannya kepada Allah. Dzikir kepada Allah itu dapat menjernihkan hati dan menanamkan rasa cinta terhadap kebenaran dan berbuat kebaikan. Di samping itu dapat melemahkan kecenderungan ke arah kebathilan dan keburukan, sehingga syaithan tidak menemukan jalan untuk memasukinya. "Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari syaithan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya." Qs. al-A’raaf : 201
Artinya, sesungguhnya orang-orang yang bertakwa apabila digoda syaithan untuk berbuat maksiat, mereka sadar bahwa syaithan itu musuhnya. Ingat akan siksa Allah bagi orang yang mengikuti syaithan, dan banyaknya pahala Allah bagi orang yang taat kepada-Nya, mereka itulah yang bisa membedakan antara kebaikan dan keburukan, antara haq dan bathil. Karenanya mereka menjauhi syaithan dan godaannya.
Perlu dicatat, bahwa syaithan tidak akan mengganggu manusia kecuali jika manusia tidak berdzikir kepada Allah. Dalam hal ini, Allah berfirman, "Barang siapa berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (al-Qur’an), Kami adakan baginya syaithan (yang menyesatkan) maka syaithan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya." Qs. 43 : 36
Maksudnya, sesungguhnya orang yang lalai berdzikir kepada Allah memudahkan syaithan untuk mendekatinya. Sebaliknya, orang yang selalu ingat (dzikir) kepada Allah maka syaithan akan menjauhinya. Ringkasnya, di alam ghaib ada makhluk halus yang bernama syaithan. Panca indra kita tidak dapat mengetahuinya walaupun dapat berhubungan dan mempengaruhi jiwa kita ke arah kejahatan yang diistilahkan oleh Allah dalam al-Qur’an dengan kata-kata was-wasan, nazghan dan massan. Kita merasakan adanya pengaruh ini namun tidak tahu dari mana sumber datangnya pengaruh itu. Pengaruh syaithan pada ruh (jiwa) itu tak ubahnya seperti bakteri dalam tubuh. Bakteri cepat sekali memasuki bagian-bagian tubuh yang lemah dan menyerangnya. Untuk menaggulangi serangan bakteri itu harus dilakukan terapi medis tertentu. Demikian halnya dengan menaggulangi pengaruhnya dengan memperkokoh kekuatan ruhani. Maksudnya, ruhani diisi dengan iman, ketakwaan, munajat dan keikhlasan beribadah kepada-Nya, serta meninggalkan segala bentuk keburukan, baik yang tampak maupun yang tersembunyi, sehingga kebaikan, benci terhadap kebathilan bisa tertanam dalam jiwa. Dengan kondisi ruhaniah demikian, tentunya akan bisa mengatasi pengaruh-pengaruh syaithan berupa kejahatan dan kebathilan.
Taubat dapat mengusir syaithan, dengan taubat yang sebenar-benarnya maka kebaikan akan dapat mengalahkan keburukan. Dan pada saat kebaikan dapat mengalahkan keburukan itu, berarti syaithan mundur teratur tunduk kepada manusia yang mendapat petunjuk Allah. Karenanya, jika kita tergelincir ke dalam kemaksiatan, ingatlah teladan yang telah dilakukan oleh nenek moyang kita, Adam, yang melakukan taubat dan berusaha mengisi kehidupan dengan kesucian dan keutamaan. Dengan demikian kita akan terbebas dari cengkeraman pengaruh dan godaan syaithan.
"Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan syaithan, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pendengar lagi Maha Mengetahui."
Qs. al-A’raaf : 200



Kisah Qabil dan Habil
Qabil dan Habil, keduanya adalah putra Adam as. Al-Qur’an mengisahkan keduanya agar menjadi i’tibar dan hikmah orang-orang mu’min.
Qabil adalah seorang yang bermental buruk, selalu melakukan keburukan, dosa, tamak dan menentang kebenaran. Habil adalah saudaranya, seorang yang saleh, taqwa dan selalu berbuat kebenaran. Di antara keduanya sering timbul perselisihan. Habil selalu mempertahankan kebenaran, sedang Qabil selalu menentangnya. Perselisihan antara keduanya sering terjadi hingga akhirnya sampai ke suatu titik kritis, yakni peristiwa pembunuhan yang dilakukan oleh Qabil terhadap adiknya, Habil. Di antara sebab perselisihan mereka ada dua pendapat:
Pertama, Habil adalah seorang peternak yang mempunyai ternak kambing, sedangkan Qabil adalah seorang petani yang memiliki tanaman pertanian. Masing-masing melakukan kurban dengan mengeluarkan harta yang dimiliki mereka masing-masing. Habil memilih seekor domba yang paling baik untuk dijadikan kurban, sedangkan Qabil memilih gandum yang terburuk dari hasil pertaniannya untuk berkurban. Kemudian keduanya menyerahkan harta kurban masing-masing kepada Allah. Tiba-tiba turunlah api dari langit yang membakar kurban Habil dan membiarkan kurban Qabil. Setelah Qabil mengetahui Allah menerima kurban saudaranya dan tidak menerima harta kurbannya, timbullah rasa dengki yang kemudian membunuh adik kandungnya itu.
Kedua, dikisahkan bahwa Nabi Adam as mempunyai anak yang masing-masing dilahirkan oleh istrinya kembar dua, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Yang pertama, Qabil dengan saudari kembarnya perempuan, yang kedua Habil dengan saudari kembarnya. Adam ingin menjodohkan masing-masing anaknya secara bersilang. Qabil dengan saudari kembar Habil, dan Habil dengan saudari kembar Qabil. Kebetulan, saudari kembar Qabil adalah wanita cantik sehingga ketika Adam akan mengawinkannya dengan Habil, Qabil menolak dan menantang ayahnya dan berkata, ‘Saya lebih berhak memperistri saudari kembarku, sedangkan Habil lebih berhak memperistri saudari kembarnya. Bukanlah hal yang bersilang ini tidak lain hanyalah pendapatmu belaka!" Kemudian Adam memerintahkan kedua anak laki-lakinya melakukan kurban. Barang siapa yang kurbannya diterima akan dijodohkan dengan anak yang cantik (saudari kembar Qabil) itu. Ternyata, yang diterima Allah adalah qurban Habil. Turunlah api dari langit menyambar dan menelan kurban Habil, dan akhirnya timbullah rasa dengki terhadap adiknya, yang kemudian terjadi pembunuhan.
"Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil), ‘Aku pasti membunuhmu.’ Berkata Habil, ‘Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang bertakwa. Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu, aku takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam. Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali (membawa) dosa (membunuh)ku dan dosamu sendiri, maka kamu akan menjadi penghuni neraka, dan demikian itulah pembalasan bagi orang-orang zhalim.’ Maka hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap mudah membunuh saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah. Maka jadilah ia seorang di antara orang-orang yang merugi." Qs. al-Maidah : 27-30
Perkataan takwa yang diucapkan Habil ketika berdialog dengan Qabil, sebenarnya sangat tepat untuk mengingatkan dirinya atau Qabil yang ingin melakukan kejahatan itu. Namun, Qabil bukanlah ahli takwa. Karenanya, Allah tidak menerima kurbannya karena kedengkian yang meliputi hatinya memuncak dan menimbulkan suatu keinginan keras untuk membunuh adiknya. Kemudian kita berdalih kepada firman Allah yang mengisahkan ucapan saudara teraniaya (Habil) ketika mengatakan, ‘Sesungguhnya kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah Tuhan seru sekalian alam.’
Dari sini kita tahu kemuliaan mentalitas Habil yang penuh takwa dan kebaikan. Mental Habil untuk menolak untuk membalas kejahatan yang akan dilakukan kepadanya, karena pembunuhan benar-benar tidak cocok dengan sifat mentalnya. Ia benar-benar takut kepada Allah Rabbu’l-Alamin. Barang siapa takut kepada Allah tidak akan berbuat zhalim terhadap seseorang. Rasa takut kepada Allah merupakan benteng yang kuat untuk mencegah perbuatan salah dan dosa di dunia ini. Karenanya, jika para pendidik dan penegak kebenaran mengerti tentang fungsi takwa ini, tentu mereka akan beramal dan takut bermaksiat kepada Allah, dan akan tercapailah masyarakat yang kokoh, kuat dan penuh kedamaian.
Tetapi, Qabil yang dapat dikuasai oleh cengkeraman kemaksiatan, rapuhlah perrtahanan dirinya terhadap gelora nafsu jahatnya. "Maka hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap mudah membunuh saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah, maka jadilah ia seorang di antara orang-orang yang rugi." (Qs.5:30)
Pertentangan sengit itu, hakekatnya tidak terjadi pada diri Qabil dan Habil. Tetapi pertentangan sengit yang sebenarnya terjadi antara Qabil dan hawa nafsunya, atau antara Qabil dengan kemauan jahatnya. Dalam keadaan demikian, mestinya Qabil harus bertahan mengekang keliaran nafsunya untuk meloloskan diri dari cengkeraman nafsu jahat itu. Namun, Qabil itu lemah dalam menghadapi kelemahan dirinya dan keliaran nafsunya, sehingga ia dapat dijerumuskan nafsu jahatnya untuk membunuh saudaranya. Demikian itulah jenis dengki yang amat ganas. Hasad, adalah perbuatan dosa kepada Allah yang pertama terjadi di langit dan bumi. Di langit, perbuatan hasad dilakukan oleh Qabil terhadap Habil.

Pelajaran dari Burung Gagak
Setelah Qabil membunuh saudaranya ia mendiamkan begitu saja mayat adiknya karena tidak mengerti apa yang harus dilakukan. Kemudian Allah mengutus dua ekor burung gagak, keduanya berkelahi hingga akhirnya terbunuhlah salah satu di antaranya. Gagak yang masih hidup kemudian melobangi tanah dengan paruh dan kakinya. Setelah selesai, dilemparkannya gagak yang sudah mati itu ke dalam lobang dan ditimbun dengan tanah. Ketika Qabil melihat gagak mengubur seekor gagak yang dibunuhnya, tersentuhlah hatinya. Ia tidak merasa lega hatinya kalau dirinya kalah dengan seekor gagak dalam masalah kebaikan. Maka, dikuburkanlah saudaranya ke dalam tanah kemudian ia menyesali perbuatannya seraya berkata, ‘Kenapa diriku ini hanya memiliki lebih sedikit penghormatan kepada yang lain dibandingkan dengan seekor gagak.’
Inilah maksud dari firman Allah tersebut berikut ini, "Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi untuk memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana dia seharusnya menguburkan mayat saudaranya. Berkata Qabil, ‘Aduhai celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?’ Karena itu jadilah ia seorang di antara orang-orang yang menyesal." Qs. al-Maidah : 31

TEGALSARI - PONOROGO

SELAMAT DATANG DI BLOG tholearisbudianto.blogspot.com
Smart PageRank button
Smart PageRank button

Selamat Datang

Ahlan wa Sahlan bi Khudhurikum..

Footer

jam on line

Powered By Blogger
Aris Budianto. Diberdayakan oleh Blogger.

About Me

Foto saya
Hari ini adalah realita yang harus dihadapi, kemarin adalah pelajaran, dan besok adalah masa depan.

Followers